Selamat Datang

Selamat membaca dan mengutip, jangan menjadi plagiat
Bagi pemilik tulisan harap kunjungi "surat untuk penulis"

Selasa, 13 Desember 2011

JOGET DANGKONG : Perkembangan Terkini di Kecamatan Moro


Oleh : Febby Febriyandi.YS


Kesenian tari menempati posisi penting dalam kehidupan masyarakat Melayu dari dulu sampai sekarang. Tari selalu ada dalam berbagai upacara adat, dan juga ditampilkan sebagai hiburan bagi masyarakat umum pada acara-acara tertentu. Keberadaan tari tradisional Melayu di Kepulauan Riau, diperkirakan mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan kerajaan Melayu. Pada masa itu, pihak kerajaan merupakan pelindung bagi berbagai bentuk kesenian. Kesenian Melayu (khususnya seni tari tradisional) hidup dan berkembang dalam lingkungan kerajaan. Kerajaan memiliki kelompok seni tari yang bertugas menghibur keluarga dan tamu kerajaan. Selain itu juga menjadi pengiring sultan apabila melakukan kunjungan ke daerah-daerah kekuasaannya. Fungsi kesenian yang demikian membuat berbagai bentuk kesenian dapat bertahan dan bahkan semakin berkembang. Apabila suatu kesenian atau tari tradisional Melayu diminati oleh keluarga kerajaan, maka seluruh rakyat juga akan menyukai tarian/kesenian tersebut. Sebaliknya, suatu bentuk kesenian yang kurang diminati oleh keluarga kerajaan, sulit untuk berkembang dan bahkan mungkin terlupakan. Disamping itu, pada zaman kerajaan alat musik merupakan suatu benda yang susah diperoleh, hal ini menjadikan musik sebagai sesuatu yang langka, maka hanya pihak kerajaanlah yang mampu menyediakan berbagai alat musik bagi kepentingan pertunjukan seni.
Salah satu tari tradisional yang digemari dan berkembang dalam lingkungan kerajaan Melayu adalah kesenian joget dangkong. Kesenian ini pernah populer dalam masyarakat Melayu di Kepulauan Riau kira-kira sejak masa pemerintahan kerajaan Melayu Bentan, Riau-Lingga, hingga pada era tahun 1960an. Pada masa ini, kesenian joget dangkong banyak ditampilkan baik pada upacara adat Melayu maupun sebagai hiburan yang dijajakan kepada masyarakat umum. Kepopuleran kesenian joget dangkong tidak hanya di dalam wilayah Kepulauan Riau saja, melainkan berkembang sampai ke daerah lain di pulau sumatera, seperti dearah Medan, Jambi dan Palembang. Kepopuleran joget dangkong di dalam dan luar wilayah Kepulauan Riau, telah mendorong lahirnya kelompok joget dangkong di berbagai daerah, seperti di Pulau Tembeling, Bintan, Batam, Dompak, Mantang, Lingga, Sugi, Parit, Tanjung Batu, dan Moro. Kelompok-kelompok kesenian joget inilah yang berjasa dalam mempopuleran kesenian joget dangkong keseluruh pelosok wilayah Kepulauan Riau.
Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Melayu mengalami begitu banyak perubahan sosial budaya. Kerajaan Melayu tidak lagi berkuasa, struktur sosial masyarakat Melayu berubah, teknologi semakin berkembang, pola kehidupan berubah, dan kontak dengan budaya asing semakin intens. Kondisi ini membuat hilangnya peminat dan pewaris kesenian joget dangkong. Pengaruh budaya asing membuat generasi muda Melayu saat ini –bahkan juga generasi tua– menjadi tidak begitu tertarik dengan kesenian joget dangkong. Mereka seolah lebih menyukai kesenian modern yang lebih praktis dan mengikuti trend kesenian terbaru dari pada melestarikan kesenian tradisional yang dipandang telah ketinggalan zaman. Akibatnya, keberadaan joget dangkong semakin terlupakan. Joget dangkong sudah sangat jarang ditampilkan baik dalam upacara adat, maupun sebagai hiburan bagi masyarakat umum.
Kelompok joget dangkong di Kecamatan Moro menyadari ancaman kepunahan kesenian joget dangkong tersebut. Oleh karena itu, demi menjaga eksistensi kesenian joget dangkong di Moro, para seniman melakukan beberapa perubahan terhadap kesenian joget dangkong. Perubahan tersebut meliputi alat musik, anak joget, lagu dan gerakan joget, kostum dan tata rias hingga pertunjukan joget dangkong.

Alat Musik
Alat musik yang digunakan dalam suatu pertunjukan joget dangkong di Moro saat ini tidak hanya terbatas pada empat alat musik tradisional (yaitu : gong, gendang tambur, gendang bebane dan bjole tempurung), melainkan telah mengalami perubahan dan penambahan beberapa alat musik seperti : Akordeon, Biola, marwas, gitar elektrik, dan organ tunggal.
Akordeon, merupakan alat musik sejenis organ yang berasal dari Eropa yang kemudian digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai alat musik dalam berbagai ragam kesenian Melayu. Akordeon jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Organ. Alat musik ini dimainkan dengan menekan tombol-tombol akord dengan jari tangan kiri, sedangkan tangan kanan memainkan melodi lagu yang dibawakan. Untuk menghasilkan bunyi, akordeon ditarik dan didorong untuk menggerakkan udara di dalamnya. Pergerakan udara yang tersalur ke lidah akordeon mengeluarkan nada sesuai dengan akord yang ditekan.
Biola, merupakan alat musik yang telah lama digunakan masyarakat Melayu sebagai alat musik joget dangkong, sebagai pengganti bjole tempurung. Biola sebenarnya merupakan alat musik asal Portugis yang kemudian di adobsi oleh masyarakat Melayu dan disesuaikan dengan lagu-lagu Melayu. Biola merupakan alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar yang disetel berbeda satu sama lainnya hingga menghasilkan tangga nada yang serasi. Sebuah biola dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : badan biola, leher biola, jembatan biola, batang penghubung, senar dan beberapa macam perangkat pembantu. Perangkat pembantu tersebut antara lain pasak penyetel untuk setiap senar, ekor biola untuk menahan senar, pin dan tali untuk menahan ekor biola. Beberapa penyetel tambahan pada ekor biola bila diperlukan, dan sebuah penyangga dagu.
Marwas, merupakan sebuah gendang yang berukuran lebih kecil dari gendang biasa. Marwas berbentuk bulat tabung dengan ukuran diameter (bawah dan atas) 18cm dan tinggi 12 cm. Marwas terbuat dari kayu cempedak yang sudah tua, kulit kambing atau kulit pelanduk dan rotan yang berfungsi sebagai pengikat (Sobuwati, 2009;36).

Bentuk Pertunjukan
Perubahan juga terjadi dalam hal pertunjukan joget dangkong. Saat ini di wilayah Moro tidak pernah lagi dijumpai pertunjukan joget dangkong keliling. Kesenian joget dangkong hanya dimainkan sebagai hiburan dalam beberapa kegiatan yaitu : dalam suatu acara adat Melayu, acara kepemudaan dan dalam kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun. Dalam upacara adat, seperti upacara adat perkawinan, kesenian joget dangkong umumnya dimainkan pada malam hari sebelum atau setelah pelaksanaan upacara perkawinan. Pertujukan kesenian joget dangkong pada kesempatan ini dikhususkan untuk menghibur keluarga besar kedua mempelai serta masyarakat Melayu di sekitar lingkungan tempat tinggal. Dalam pertunjukan ini, semua yang hadir dipersilahkan berjoget tanpa harus membeli tiket. Pertunjukan joget pada kesempatan ini tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan. Selain itu, penonton tidak hanya berjoget dengan anak joget yang disukainya, melainkan berjoget bersama-sama dengan sukaria.
Pertunjukan joget dalam suatu acara kepemudaan (seperti peringatan HUT Kemerdekaan RI, hari sumpah pemuda atau perayaan HUT Kabupaten Karimun) atau kegiatan yang diadakan oleh pemerintah daerah (seperti malam kesenian, perlombaan sampan layar atau dangkong dance festival) sedikit berbeda dengan pertunjukan joget dalam upacara adat. Pertunjukan joget tidak hanya dilaksanakan pada malam hari, tetapi juga pada siang hari tergantung kepada jenis kegiatan/acara yang ditetapkan oleh pelaksana kegiatan. Dalam pertunjukan joget dangkong yang ditujukan sebagai hiburan dalam suatu kegiatan kepemudaan (yang bersifat swadana masyarakat), kelompok joget dangkong masih meminta tips kepada penonton atas hiburan yang telah diberikan. Pemberian uang tips tidak dilakukan dengan sistem penjualan tiket, melainkan hanya menyediakan kotak sebagai tempat penonton memasukkan uang secara sukarela. Dalam pertunjukan joget ini juga terdapat penambahan dekorasi panggung dan pencahayaan yang lebih semarak.
Pada acara lomba sampan layar tradisional di kecamatan Moro, joget dangkong dilaksanakan ditepi pantai setelah semua kegiatan lomba selesai dilaksanakan. Berjoget bersama menjadi hiburan yang dinanti-nanti bagi peserta lomba serta seluruh penonton yang hadir. Pada pertunjukan joget ini siapa saja boleh mengebeng, baik laki-laki maupun perempuan. Setiap penonton juga dibebaskan dari segala bentuk bayaran, karena semua biaya telah ditanggung oleh panitia acara yang membayar kelompok dangkong dengan sistem borong. Sistem pembayaran yang bersifat borongan menyebabkan peserta joget tidak bisa dengan bebas memilih lagu yang disukai, pengebeng harus mengikuti lagu-lagu yang dibawakan oleh kelompok joget dangkong.

Formasi Anak Joget
Dalam pertunjukan kesenian joget dangkong saat ini juga telah terjadi perubahan formasi anak joget, yang ditandai dengan adanya anak joget laki-laki dalam suatu kelompok joget. Selain itu, seorang anak joget tidak lagi merangkap sebagai penyanyi, karena dalam pertunjukan joget dangkong saat ini terdapat seorang penyanyi yang semata-mata bertugas sebagai penyanyi dan tidak ikut berjoget bersama penonton. Keberadaan seorang penyanyi dalam kelompok joget dangkong saat ini tentunya juga membuat struktur organisasi kelompok joget dangkong menjadi sedikit berubah dari bentuk asalnya. Perubahan struktur organisasi kelompok joget juga disebabkan oleh berubahnya bentuk kelompok joget menjadi sanggar kesenian.

Gerakan Joget Dangkong
Gerakan joget dangkong juga mengalami berbagai perubahan. Menurut beberapa orang informan, perubahan gerak saat ini banyak terjadi pada gerak rentakkan kaki yang tidak sesuai dengan irama musik gendang dan gong. Merubah gerakan joget boleh saja dilakukan, selama tetap sesuai dengan irama musik dan tetap menggunakan nama judul lagu yang asli. Misalkan seorang koreografer mengubah pola gerakan joget tandak gula batu, maka nama yang dipakai untuk joget kreasi tersebut tetap joget tandak gula batu. Perubahan gerakan joget jelas terlihat dalam kegiatan festival joget dangkong (yang merupakan agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karimun). Dalam kegiatan ini dapat kita jumpai berbagai gerakan joget yang merupakan kreasi baru dari koreografer tari Melayu saat ini. Anak joget berjoget dengan gerakan yang sangat teratur dan serentak layaknya sebuah tarian Melayu untuk acara-acara resmi. Joget dangkong dalam kegiatan tersebut tidak hanya ditampilkan sebagai tari hiburan, tetapi juga dikemas sebagai tari pertunjukan.

Lagu Joget Dangkong
Perubahan ruang dan tujuan pertunjukan joget dangkong menyebabkan terjadinya perubahan lagu joget. Dalam pertunjukan joget dangkong masa kini sudah sangat jarang dimainkan lagu-lagu lama (lagu-lagu yang telah ramai dimainkan pada sebelum masa kemerdekaan). Kesempatan pertunjukan yang lebih terbuka dalam upacara perkawinan, telah mendorong perkembangan lagu-lagu joget baru yang bertemakan upacara perkawinan, pengantin baru, atau aktivitas malam berinai. Perubahan lagu joget yang dialami kesenian joget dangkong di Moro, juga disebabkan oleh banyaknya bermunculan lagu-lagu Melayu yang baru, yang bisa disesuaikan dengan tempo joget. Perubahan lagu joget sebanarnya bukanlah suatu hal yang buruk, karena dapat menambah khasanah lagu dalam kesenian joget dangkong. Akan tetapi sangat disayangkan, bertambahnya lagu-lagu baru menyebabkan lagu-lagu joget dangkong tempo dulu semakin terlupakan dan punah.

Kostum dan Tata Rias Joget Dangkong
Perubahan juga terjadi pada kostum dan tata rias anak joget. Saat ini anak joget tidak hanya mengenakan baju kurung labuh atau baju kurung biasa yang dipadankan dengan kain batik, tetapi juga telah memakai berbagai macam pakaian seperti baju kebaya yang dipadukan dengan rok atau celana panjang. Anak joget saat ini juga telah mengenakan baju kaos dan celana jeans panjang yang ketat dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh. Tata rias anak joget saat ini telah menggunakan alat-alat rias modren. Anak joget tidak lagi menggunakan rambut asli sebagai sanggul tetapi telah mengenakan beraneka macam sanggul. Untuk hiasan rambut, anak joget tidak lagi mengenakan bunga hidup, melainkan telah menggunakan berbagai hiasan rambut seperti bando atau jepitan rambut yang terbuat dari plastik dengan berbagai model dan warna, sunting, kembang goyang, dan berbagai hiasan rambut yang terbuat dari kuningan atau tembaga. Kostum anak joget saat ini juga telah ditambah dengan beragai aksesoris seperti gelang, kalung, ikat pinggang, dan selendang.
Para seniman memang belum mampu membawa kesenian joget dangkong kembali menempati puncak popularitas dalam kehidupan masyarakat Melayu di Moro. Namun boleh dikatakan mereka mampu mempertahankan keberadaan kesenian tersebut di daerah Moro, dengan merubah bentuk kesenian joget dangkong dari seni tari tradisional menjadi seni tari kreasi yang berorientasi pada bentuk tradisional.
Kenyataan lain yang harus diterima sebagai konsekwensi perubahan tersebut adalah hilangnya beberapa fungsi joget dangkong dalam masyarakat Melayu Moro. Joget dangkong tidak lagi mampu memperkuat solidaritas masyarakat Melayu di Moro. Joget dangkong tidak lagi dijadikan sebagai media mencari jodoh dan menunjukkan kelas sosial dalam masyarakat. Joget dangkong tidak lagi menjadi media transmisi nilai budaya Melayu, karena lagu joget sekarang tidak mengandung pantun nasehat atau tunjuk ajar Melayu. Justru sebaliknya, terdapat pelanggaran nilai budaya Melayu dalam pertunjukan joget dangkong.


Note :Disiarkan dalam program Rampai Budaya RRI Pratama Tanjungpinang, Februari 2010.
















Daftar Bacaan

Badan Pusat Statistik. 2007. Kecamatan Moro Dalam Angka Tahun 2007/2008. Kabupaten Karimun : BPS.

Galba, Sindu, dkk. 2001. Sejarah Daerah Kabupaten Karimun. Tanjung Balai : Disparsenibud Kabupaten Karimun Bekerjasama Dengan BPSNT Tanjungpinang.

Hadiwinoto S. 1995. “Beberapa Aspek Pelestarian Warisan Budaya”. Makalah. disampaikan pada seminar Pelestarian dan Pengembangan Masjid Agung Demak, di Demak, 17 Januari 2002.

Hamidi, UU. 1995. Orang Melayu di Riau. Pekanbaru : UIR Press.

Harsono, T. Dibyo. 1995. Dinamika Sosial Masyarakat Melayu Dilihat Dari Kesenian Joget Dangkung. Naskah (Belum Terbit). BKSNT Tanjungpinang.

Ishaq, Isjoni. 2002. Orang Melayu Sejarah, Sistem, Norma dan Nilai Adat. Pekanbaru : UNRI Press.

Karwati, 2009. “Pendidikan Seni Tari” Makalah pada Fakultas Bahasa dan Seni Univ. Indraprasta Jakarta.

Kayam, Umar. 1981. Seni,Tradisi, Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan

Murgiyanto, Sal 1985. “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”. Makalah Pada seminar Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Tanjungpinang 17-21 Juli 1985.

Novendra dan Evawarni. 2006. Kesenian Tradisional Masyarakat Kepulauan Riau. Depbudpar – BPSNT Tanjungpinang.

Parani, Julianti L. “Seni Tari Melayu : Fungsinya Dalam Budaya Melayu” Makalah Pada seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Tanjungpinang 17-21Juli 1985.

Sinar, Tengku Lukman. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan : Perwira

Sobuwati. 2009. Kesenian Tradisional Masyarakat Bangka Belitung. Depbudpar – BPSNT Tanjungpinang.

Swastiwi, Anastasia Wiwik. 2008. “Joget Dangkung and Its Survival among Coastal Malay society in The Riau Archipelago, Indonesia” dalam Monograph Series 6, Institute of Ocean and Earth Sciences University of Malaya.

Selasa, 18 Oktober 2011

POSTMODERNIME DALAM ILMU SOSIAL

Penulis : No Name

A. Postmodernisme

Postmodernisme mengisyaratkan proses perubahan pada keadaan dunia sosial. Perubahan dilihat dari modernisme yang dikenal dengan masa pencerahan ke zaman setelah modernisme atau postmodernisme. Perkembangan modern ini tidak lepas dari pemikiran para ilmuan sebagai kemajuan intelektual yang menghasilkan perkembangan dari ilmu pengetahuan yang bersifat rasional.

Masa modernisme melahirkan teori besar yang digunakan untuk menelaah berbagai permasalahan sosial yang terdapat pada berbagai lapisan masyarakat yang berbeda latar belakang sosial dan letak secara geografi. Ilmu pengetahuan yang berkembang dikenal dengan narasi besar. Teori yang dikenalkan yaitu evolusi, strukturalisme, fungsionalisme digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemikiran yang besifat absolut.

Postmodernisme dapat dilihat dari segi afirmatif, bahasa, epistemologis. Postmodernisme secara afirmatif tidak mempercayai kebenaran teori terutama teori besar. Teori besar mencakup kebenaran ruang dan waktu yang luas. Pengaruh Marx dalam dunia sosial dilihat dari pemikiran pertentangan antar kelas yang menandakan digunakan struktur pertentangan kelas. Masyarakat dipandang dua kelas yang berbeda yaitu borjuis sebagai kelas atas dan proletar sebagai kelas bawah. Teori pertentangan kelas menjadi sebuah kebenaran yang luas digunakan sampai sekarang. Postmodernisme menggunakan teori kecil yang lebih dekat dengan keadaan suatu masyarakat. Penelitian tentang kehidupan petani perempuan pada pertanian, pabrik penambang emas. Penelitiannya selain menggunakan kekuasaan juga dapat melihat peranan dan status berkaitan dengan ekonomi keluarga (2005: 393)

Postmodernisme dipengaruhi oleh penolakan pengaruh bahasa yang tidak netral. Pengaruh bahasa dapat dilihat dari oposisi biner pada modernisme. Postmodernisme menempatkan bahasa berfungsi sebagai medium netral bagi pemikiran untuk mencerminkan atau mempresentasikan dunia.(2005: 379) Deridda menolak bahasa yang tidak netral dengan istilah logosentrisme yaitu pencaharian sistem berpikir universal yang mengungkapkan apa yang benar, tepat, indah dst yang telah menguasai pemikiran barat (2004: 608). Bahasa dilihat sebagai yang tidak teratur dan tidak stabil. Bahasa menghasilkan berbagai arti yang berlainan yang tidak mempunyai kekuatan memaksa terhadap orang yang memiliki peran berbeda dalam situasi sosial.

Postmodernisme sebagai epistemologi ditandai dengan prinsip paralogy yang membiarkan segala sesuatu terbuka untuk kemudian sensitif terhadap perbedaan-perbedaan. Postmodernisme dapat digunakan untuk analisis sosial dan dapat terus mengikuti perkembangan yang terjadi.

Foucault membahas bagaimana orang mengatur diri sendiri dan orang lain melalui produksi pengetahuan. Pengetahuan mengahasilkan kekuasan dengan mengangkat orang sebagai subjek dengan pengetahuan Dalam geneologi kekuasaan (2004: 612). Kekuasaan tanpa pengetahuan adalah mustahil. Pengetahuan yang mengandung kekuasaan memberi dampak revolusioner bagi ilmu sosial.

B. Manfaat Postmodernisme Bagi Ilmu Sosial

Postmodernisme mempunyai manfaat bagi perkembangan yang terjadi dalam dunia sosial. Postmodernisme yang menolak modernisme yang melalui teknologi, industri, komunikasi dan gaya hidup merusak keadaan alam dan merendahkan martabat manusia. Postmodernisme memberikan harapan untuk menghasilkan kreativitas dan semangat intelektualisme dan melindungi keberadaan manusia menjadi sebuah kenyataan.

Thomas khun punya andil besar terhadap perkembangan postmodernisme dalam kebenaran teori. Menurut pandangan, paradigma perkembangan ilmiah ditandai oleh sifat-sifat revolusioner (2002: 109). Paradigama dengan teknik rasional maupun sistem kepercayaan pada para ilmuan sebagai faktor yang mensahkan sebuah teori yang tidak atau dapat digunakan sebagai pedoman riset. Realitas dipandang terdiri dari berbagai unsur dan tidak meyakini kebenaran tunggal.

Visi pascamodernisme lebih didasarkan pada pengakuan terhadap karakter realitas sosial yang serba acak (random), berserakan, bergerak, dan amat majemuk. Karena itu, etika dan nilai-nilai moral, semacam “keadilan”, hanya bisa memeroleh arti lokal dan sementara (Lyotard, 2004). Pengetahuan lokal digunakan untuk pengembangan ekologi pada masyarakat sesuai dengan keadaan tempat tinggal. Apabila permasalahan yang terjadi perubahan dalam masyarakat, maka penyelesaikan dilakukan dengan cara yang berbeda. Contoh pengetahuan lokal atau ekologi kampung: Masyarakat kesepuhan Ciptagelar yang memiliki pola pemanfaatan hutan secara turun temurun dengan sistem perizinan, jatah tebang, tebang pilih dan hutan tanaman industri agar tidak menebang hutan alam (2004: 28). Masyarakat dengan kemampuan yang dimiliki menjaga kelestarian dan mencegah terjadinya kerusakan hutan. Mereka dapat menjaga ekosistem antara alam dan keberadaan manusia.

Postmodernime melakukan pendekatan relativistik dan pluralistik dengan sikap kerendahan hati untuk mendengarkan dan mengapresiasi yang lain, postmo cenderung anti pusat dan lokalitas (2005: 383). Penyelesaian terhadap permasalahan dilakukan dengan cara yang berbeda sesuai dengan keadaan waktu dan ruang. Cara yang dilakukan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lain. Pemikiran bahwa masyarakat memiliki kemampuan sendiri terhadap permasalahan yang dihadapi.

Postmodernisme mendorong para feminisme menolak subordinat laki-laki pada perkembangan ilmu pengetahuan. Laki-laki berada dalam posisi lebih baik dari pada perempuan dalam ilmu pengetahuan. Feminisme menginginkan perempuan juga diletakkan dalam posisi yang sama dengan laki-laki. Perempuan memiliki andil dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Perempuan juga bisa berkerja seperti laki-laki misalnya pemikiran ekologi pembangunan oleh Vandana Shiva.

Bagi kalangan ilmu sosial postmodernisme dengan metode dekontruksinya membuat kita berpikir mendasar tentang segala hal yang selama ini dianggap pasti, membuat kita peka terhadap pendapat lain, memacu dan menghidupkan sikap kritis dan hati-hati. Realitas tidak dipandang dengan sistem yang fungsional, postmodernisme mendorong melihat gejala sosial dengan metode yang berbeda.

Baudrillard terhadap realitas yang sesungguhnya itu, nampaknya sudah mencapai tahapan yang paling serius. Karena baginya, televisi yang telah mengkonstruksi segala jenis dan bentuk realitas. Mungkin karena sinismenya yang sudah begitu akut terhadap realitas, seperti Perang Teluk oleh Baudrillard justru dianggap sebagai simulasi. Perang Teluk tidak pernah ada, dan yang terjadi serta hadir di hadapan kita adalah semata-mata simulakra televisi, begitu ikrar Baudrillard. (Piliang, 2004, Ritzer dan Goodman, 2004: 642) Televisi menampilkan sesuatu yang melebihi realitas dari sesuatu yang sebenarnya terjadi.

Potmodernisme berperan dalam perkembangan ilmuan pengetahuan termasuk Antropologi. Antropologi harus menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi dan harus berperan dalam postmodernisme. Antropologi harus memiliki kemampuan yang sesuai dengan sesuatu hal yang terdapat dalam dunia sosial. Misal: Antropologi harus dapat meneliti perkembangan media dan pengaruhnya bagi masyarakat. Seorang antropolog harus mengikuti dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang lebih baik. Penilitian antropologi dilakukan diharapkan berguna buat ilmu lainnya (2005: 388). Perubahan sebesar apapun harus diikuti oleh antropoogi sebagai bidang ilmu melalui pengembangan kemampuan para antropolog agar tidak terjerat dengan mandulnya ilmu yang dimiliki.

Teori dan konsep harus dikembangkan agar antropologi terus hidup sebagai ilmu pengetahuan. Para antropolog harus mampu mengadopsi perubahan dunia yang mengancam kelangsuangan teori metode-metode dan praktik antropologi (2005: 391). Antropolog tidak hanya mendewakan antropologi dengan narasi besar yang dimiliki yang dianggap dapat menyelesaikan berbagai permasalahan. Antropolog sebagai ilmuan harus memiliki cara baru dan menciptakan teori baru untuk memecahkan permasalahan yang baru.

Ekspansi Budaya: Lepas Landas Kebudayaan Indonesia



Oleh: Sidiq Maulana Muda

“Annyong haseyo!”
Beberapa tahun terakhir, telinga dan mata saya menjadi akrab dengan kata
sapaan itu, yang kurang lebih berarti “Hai, apa kabar!” dalam bahasa Korea. Banyak
teman saya yang menggunakan kata itu sejak mereka menonton film-film drama Korea
yang diputar di televisi. Selain itu banyak juga tambahan kosakata baru seperti
“Kamsahamnida,” (terima kasih), “Sarang haeyo,” (I love you) dan sebagainya. Temanteman
saya (terutama yang perempuan) kerap sibuk membahas aktor-aktor drama Korea
yang katanya lucu dan ganteng, menghafal lagu-lagu soundtrack-nya, bahkan ada pula
yang keranjingan membahas semua hal yang berbau Korea mulai dari masakan, pakaian,
bahasa, dan sebagainya.
Korea Selatan adalah salah satu pemain baru yang sukses memasok produkproduk
budayanya di pasar global. Gelombang kebudayaan modern Korea atau yang
sering disebut Hallyu sejak tahun 1990-an telah menyapu banyak negara di Asia dan
kawasan lainnya. Di Indonesia sendiri, gelombang Hallyu mulai dirasakan sejak tahun
2000-an ketika film-film Korea banyak diputar di televisi nasional dan mendapat
sambutan hangat dari para pemirsa. Sebelum diterjang oleh gelombang Korea, Indonesia
juga sudah diterjang lebih dahulu oleh gelombang India, Jepang, Eropa, Latin, dan tentu
saja Amerika. Maka berbagai respon pun bermunculan menanggapi terjangan budaya
asing di negeri kita.
Selama ini, yang selalu diulang-ulang kepada kita adalah seruan untuk waspada
terhadap globalisasi dan ekspansi budaya global. “Hati-hati terhadap bahaya
westernisasi!”, “Lindungi generasi muda dari pengaruh buruk budaya asing!”. Seruan
semacam itu pada dasarnya tidak salah, karena merupakan suatu usaha untuk
mempertahankan budaya dan identitas kita. Sosiolog Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa
ciri-ciri bangsa yang kalah adalah terjadinya imitasi massal terhadap cara hidup bangsa
pemenang seperti dalam model pakaian, kendaraan, gaya arsitektur, jenis makanan,
bahasa, hingga pemikiran dan adat kebiasaan. Ciri-ciri itu sangat relevan dengan negaranegara
dunia ketiga seperti Indonesia saat ini yang terkatung-katung dalam peta
kebudayaan global. Ya, kita sedang kalah. Tapi resistensi dan sikap-sikap defensif yang
cenderung menutup diri juga tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena suka atau tidak
suka globalisasi telah sampai di rumah-rumah kita. Ketakutan yang berlebihan terhadap
ekspansi budaya global hanya makin menunjukkan bahwa kita bangsa yang inferior, yang
selalu menjadi objek paparan budaya asing tanpa mampu berbuat apa pun. Maka strategi
bertahan yang paling tepat adalah dengan menjadi bagian yang signifikan dari arus
globalisasi itu sendiri.

Merancang Gelombang Budaya Indonesia
Globalisasi budaya identik dengan budaya pop dan postmodernisme yang bersifat
fleksibel dan berubah-ubah. Budaya pop awalnya merupakan hegemoni budaya Barat
(terutama Amerika), ditandai dengan merebaknya gaya hidup Amerika melalui industri
budayanya seperti musik, olahraga, fastfood, mode pakaian, dan film-film Amerika di
seluruh dunia. Namun kondisi ini pun tidak selalu statis. Sesuai sifatnya yang fleksibel
dan berubah-ubah, budaya pop menjadi sangat terbuka untuk diisi oleh budaya mana
pun. Globalisasi budaya memungkinkan dibukanya kelas-kelas yoga di New York dan
restoran sushi di Kuwait. Peran media massa dalam menyebarkan informasi menjadikan
proses ini makin cepat, dengan persinggungan antar budaya yang mengalir deras
melahirkan variasi kebudayaan yang sangat beragam. Saya memakai baju koko dan
celana jeans, duduk di kantin memesan sepiring nasi Hainan, sambil membaca komik
Doraemon, sesekali meng-update status facebook serta mendengarkan lagu ST12 yang
disetel ibu kantin. Terus terang saat ini saya tak mampu berbuat banyak selain berusaha
menikmatinya. Dalam situasi seperti ini, pilihannya hanya mempengaruhi dan
dipengaruhi. Jika kita tidak mampu menghindar dari pengaruh, mengapa kita tidak ikut
memberi pengaruh? Karena itu, sudah saatnya kita bersikap serius untuk terjun dalam
globalisasi budaya dan turut membawa kebudayaan kita kepada dunia.
Yang harus kita tentukan mula-mula ialah definisi kebudayaan kita sendiri. Apa itu
budaya Indonesia? Batik, angklung, wayang, mandau, tari saman, gotong royong,
paguyuban, nagari, apa pun itu, daftarkan satu per satu baik budaya tradisi maupun
kontemporer, baik budaya kongkrit maupun abstrak. Sebelum mulai menyebarkan
budaya, kita perlu mengenali dulu budaya kita. Ini penting terutama ketika kita berurusan
dengan masalah hak cipta, kekayaan intelektual dan kekayaan budaya. Budayawan
Jepang Yamada Shoji mengatakan bahwa ada dua hal yang bertentangan dalam budaya
yakni perilaku 'memiliki' sekaligus 'menyebarkan'. Paradoks ini kita temui tatkala terjadi
saling klaim atas suatu budaya seperti yang kita alami akhir-akhir ini dengan Malaysia. Ini
menjadi satu kesulitan tersendiri, karena di satu sisi kita semestinya bangga terhadap
luasnya penyebaran budaya kita, tapi di sisi lain kita merasa hak milik kita dirampas.
Kebudayaan Indonesia pun nyatanya sangat banyak yang merupakan pengaruh
kebudayaan asing. Apakah salah jika kita mengikutsertakan barongsai dan potehi dalam
festival budaya Indonesia? Saya juga tak ingin rakyat India mendemo kita karena
memainkan lakon-lakon Ramayana. Maka inventarisasi terhadap aset-aset kebudayaan
kita penting untuk dilakukan, namun dengan tetap meniscayakan asimilasi dan
akulturasi. Berbagai UU Perlindungan Budaya yang telah ada selayaknya dimaksimalkan.
Setelah memegang daftar inventaris budaya Indonesia, maka berikutnya kita perlu
menggegas industrialisasi budaya. Hanya dengan memberikan nilai ekonomi yang tinggi,
maka kebudayaan kita akan memiliki daya jual yang meningkatkan daya saing dan
kemampuan survivalnya, memberi imbas positif bagi kesejahteraan masyarakat serta
menjadi jalan menuju ekspansi budaya besar-besaran. Bagaimana industrialisasi budaya
mendorong ekspansi budaya? Hal ini terjadi karena industri membutuhkan pasar yang
besar, dan pasar dari industri budaya adalah orang-orang yang berminat terhadap
budaya tersebut. Maka kesuksesan industri budaya berbanding lurus dengan kesuksesan
ekspansi budaya. Setiap kali industri tersebut melakukan ekspansi pasar, maka ia juga
telah melakukan ekspansi budaya. Ada pun ekspansi budaya membutuhkan produkproduk
yang agresif, yaitu produk-produk berorientasi ekspor yang mampu membawa
nama Indonesia ke seluruh dunia.
Dalam proses ekspansi budaya ini, kita pun memerlukan metode penyebaran yang
tepat. Meski pun kita telah melakukan industrialisasi batik, namun permintaan batik di
luar negeri tidak akan serta merta melonjak karena pasar harus tertarik lebih dulu
dengan produk batik. Lalu bagaimana kita akan mempromosikan begitu banyak budaya
kita kepada pasar luar negeri? Bahkan untuk memperkenalkannya saja sudah sulit.
Menurut Turner (1984), budaya pop dan media massa memiliki hubungan simbiotik di
mana keduanya saling tergantung dalam sebuah kolaborasi yang sangat kuat.
Kepopuleran suatu budaya sangat bergantung pada seberapa jauh media massa gencar
mengkampanyekannya. Begitu pula media massa hidup dengan cara mengekspos
budaya-budaya yang sedang dan akan populer. Maka kita harus memprioritaskan terlebih
dahulu produk-produk budaya yang berkaitan dengan komunikasi massa. Saya memilih
industri film sebagai langkah awal ekspansi budaya secara serius. Film yang saya maksud
meliputi film layar lebar dan sinetron di televisi. Format audio visual memungkinkan film
untuk menarik perhatian lebih besar, menjadikannya efektif dalam komunikasi massa.
Alur cerita akan memudahkan para penonton untuk menangkap maksud film dengan cara
yang menyenangkan, sementara film juga mudah disisipi pesan-pesan sampingan yang
tidak begitu disadari seperti iklan dan propaganda.
Film merupakan whole package karena mampu mengakomodasi unsur-unsur
budaya lain seperti bahasa, musik, pakaian, adat, kebiasaan, nilai-nilai dan lain
sebagainya. Misalnya suatu film Indonesia akan menampilkan keseharian masyarakat
Indonesia, para pemerannya berdialog dengan bahasa Indonesia, menyantap masakan
Indonesia, memamerkan alam dan budaya Indonesia, dan sebagainya. Bagi negaranegara
yang sama sekali asing dengan Indonesia, film akan menjadi ajang perkenalan
sekaligus promosi budaya. Sedangkan perbedaan bahasa dapat diatasi dengan subtitle
dan dubbing. Tugas dari film-film ini adalah untuk menjadi sepopuler mungkin di negaranegara
tujuan, karena budaya pop menjanjikan suatu kelas fanatik yang sangat setia
yaitu fans. Selain sebagai konsumen utama produk-produk budaya kita, mereka lah yang
juga kita harapkan akan mampu menjadi agen budaya kita di samping media massa
seperti televisi, majalah, dan internet. Saya ingin mengambil contoh, di kampus saya
terdapat sebuah klub yang membahas semua hal tentang Jepang. Mereka awalnya
adalah fans dari satu atau beberapa produk budaya Jepang seperti komik, anime, dan Jdorama.
Setiap bulan mereka mengadakan kegiatan membahas bagian tertentu dari
budaya Jepang seperti festivalnya, masakannya, permainannya, sampai hantunya. Dan
tentu saja mereka tidak dibayar oleh pemerintah Jepang untuk melakukan semua itu.
Maka potensi fans sangat besar bagi ekspansi budaya, tergantung dari seberapa besar
produk budaya yang digandrunginya kemudian mengarahkannya pada produk lain.
Film sebagai perintis ekspansi memiliki efek domino yang besar karena
kesuksesannya akan membuka peluang bagi kesuksesan unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya. Industri perfilman Indonesia yang tengah bangkit saat ini dapat diandalkan
untuk memimpin ekspansi budaya kita ke manca negara. Jika ekspor film-film Indonesia
sukses di negara-negara tujuan, maka hal itu diharapkan akan membuka pintu bagi
pemasaran produk-produk budaya lainnya. Pemerintah dituntut aktif untuk mengawal,
melindungi, serta menggunakan lobinya untuk memuluskan jalan bagi produk-produk
budaya kita di negara lain. Target ekspor budaya kita diharapkan mampu menjangkau
kawasan Asia, Timur Tengah, Afrika, Amerika Latin, hingga dunia Barat.
Apabila produk-produk budaya kita yang dipelopori oleh perfilman telah berhasil
meraih pasar dan menumbuhkan minat terhadap budaya Indonesia di manca negara,
maka tugas berikutnya adalah memelihara dan mengembangkan minat itu dari sebuah
infiltrasi menjadi suatu gelombang budaya Indonesia yang deras. Pada tahap ini, produkproduk
budaya lainnya seperti musik, literatur, hingga fashion akan berperan penting
untuk menarik dan mengikat minat budaya itu lebih jauh dan lebih kokoh lagi. Jika
kelompok-kelompok fans telah terbentuk di manca negara, maka para selebriti Indonesia
akan meraih momentumnya untuk go international. Trend-trend yang berlaku di Indonesia
akan turut digandrungi pula di negara-negara yang telah menerima ekspansi budaya kita.
Ini bisa diiringi pula dengan masuknya produk-produk lain seperti beragam manufaktur
yang membawa nama dan gaya hidup Indonesia. Selangkah demi selangkah, kita menuju
hegemoni budaya Indonesia. Dan jika saatnya tiba, kita boleh tersenyum melihat budaya
Indonesia berkibar di mana-mana.

Sejumlah PR
Industrialisasi budaya merupakan sebuah pilihan yang dilematis. Sifat industri yang
cenderung berorientasi pasar dikhawatirkan justru akan menurunkan kualitas budaya,
karena menyerahkannya pada selera pasar yang belum tentu bermutu. Hal ini bisa kita
saksikan misalnya pada dunia sinetron kita yang sangat memprihatinkan. Tayangan yang
sifatnya membodohi bahkan merusak seperti ini memang meresahkan. Oleh karena itu,
pemerintah harus campur tangan dengan mengontrol kualitas produk-produk budaya
sebagai bentuk tanggung jawab sosial budaya sekaligus strategi pencitraan Indonesia di
mata dunia. Produk-produk budaya yang berorientasi ekspor akan membawa misi budaya
kita ke seluruh dunia, sehingga patut diberi perhatian. Jangan sampai sinetron dan film-
Dokumentasi & Inventarisasi
Budaya
Penting untuk melindungi
kekayaan budaya Indonesia
Industrialisasi Budaya
Massifikasi produk-produk
budaya dan usaha meraih pangsa
pasar yang luas
Ekspansi Budaya
Menuju pasar luar negeri, usaha-usaha
menarik minat terhadap budaya Indonesia
Menuju Hegemoni Budaya
Ekspansi budaya yang berkelanjutan serta
mengokohkan pasar luar negeri; gelombang
budaya Indonesia di seluruh dunia
Film sebagai perintis pasar luar
negeri, menumbuhkan minat dan
adiksi budaya Indonesia
film sampah bisa lolos ekspor. Sebagai konsekuensi dari peningkatan kualitas produk,
maka pemerintah pun wajib mengeluarkan kebijakan yang memudahkan sektor industri
budaya kita. Beban pajak yang tinggi yang selama ini dikenakan kepada produk dan
aktivitas kebudayaan harus dikurangi, atau pengalokasiannya ditujukan secara jelas bagi
perkembangan budaya itu sendiri. Selain itu, pemerintah juga dapat memberlakukan
subsidi silang dengan menggunakan pajak-pajak dari sektor budaya pop untuk
membiayai keberlangsungan higher culture. Kita semua sangat menanti dukungan dan
peran aktif pemerintah.
Kemudian ada hal-hal yang masih mengganjal bagi saya mengenai kebudayaan
kita ini. Sementara kita membicarakan ekspansi budaya, ada ketimpangan yang sangat
nyata dalam perkembangan kebudayaan kita selama beberapa dekade terakhir.
Kebijakan sentralisasi yang dulu diterapkan telah menjadikan Jakarta sebagai satusatunya
episentrum kebudayaan di Indonesia yang memberi pengaruh langsung ke
seluruh negeri. Katakan, apa itu film nasional? Apa itu artis nasional? Apa itu koran
nasional? Apa itu televisi nasional? Bohong, yang ada hanya lah film-film dan artis-artis
Jakarta. Koran-koran dan televisi-televisi Jakarta. Apa itu Monas? Monumen nasional?
Bohong, itu monumen yang ada di emblem Pemda DKI Jakarta.
Mungkin kita perlu mengingat kembali apa itu kebudayaan nasional. Dalam
penjelasan pasal 32 Undang-Undang Dasar 1945 diterangkan bahwa, Kebudayaan
bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia
seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan
bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, persatuan,
dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Para penyusun undang-undang ini sadar bahwa masyarakat kita sejak dulu telah
memiliki banyak puncak kebudayaan, bukan hanya satu. Konsep kebangsaan kita unik
karena memayungi ratusan suku, bangsa, budaya, dan bahasa yang berbeda ke dalam
satu identitas baru yaitu Indonesia. Harus diakui, konsep kebangsaan kita memang
didefinisikan oleh penjajah. Itu menjelaskan mengapa masyarakat Riau harus berbeda
bangsa dengan masyarakat Johor meski mereka berbagi budaya yang sama di masa lalu.
Juga mengapa masyarakat Timor Timur dan Timor Barat harus berbeda bangsa meski
sesama anak Timor. Juga putra-putri Dayak, Papua, dan lainnya yang terbelah oleh batasbatas
teritorial yang dulu dibuat para penjajah dan kini diwariskan dalam bentuk negaranegara
bangsa (nation-states) modern seperti yang kita kenal saat ini.
Oleh karena itu, nasionalisme yang kita miliki sepatutnya dipahami secara bijak.
Bahwa bangsa Indonesia terdiri dari bangsa-bangsa yang berbeda, yang dulu
memutuskan untuk bersatu karena kesamaan nasib di bawah penjajah yang sama. Dan
karena nasionalisme kita bertujuan memerdekakan seluruh negeri dari penjajahan, maka
sangat tidak pantas jika Republik Indonesia dijadikan alat penjajahan baru. Bentuk negara
kesatuan tidak boleh dijadikan alasan untuk mematikan keragaman identitas bangsabangsa
yang kini bernaung dalam rumah Indonesia.
Era reformasi saat ini menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk
mematahkan dominasi pusat terhadap kebudayaan nasional. Dalam semangat
desentralisasi saat ini, saya sangat berhadap di masa depan nanti perkembangan
kebudayaan nasional kita akan berlangsung lebih adil. Kita butuh lebih banyak lagi pusatpusat
kebudayaan di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jakarta. Beberapa waktu lalu,
saya mendengar berita tentang peresmian Trans Studio di Makassar. Terlepas dari
sejumlah kritik mengenai efek-efek negatif yang ditimbulkannya, saya cukup salut karena
pembangunan pusat hiburan sebesar itu merupakan suatu bentuk keberanian untuk
berpaling dari Jakarta. Perkembangan kebudayaan nasional secara dinamis yang didorong
oleh desentralisasi akan menghadirkan wajah kebudayaan Indonesia yang lebih integratif
dan representatif. Dan apabila putra-putri Indonesia telah mampu untuk berdiri lebih
setara dari Sabang sampai Merauke, maka kita akan lebih mudah bersatu untuk
melebarkan sayap kebudayaan kita ke manca negara.
Referensi
Ibn Khaldun, Franz Rosenthal, N. J. Dawood (1967), The Muqaddimah: An Introduction To
History, Princeton University Press
http://www.nichibun.ac.jp/research/team_archive/archive20_e.html#e
Turner, Kathleen J (1984) Mass Media and Popular Culture, Chicago: Science Research
Associates

Senin, 12 September 2011

Legenda Datuok Godang Cincin (catatan penelitian)


Oleh : Febby Febriyandi.YS
Sumber : Aprizal Zubdi, 16 Tahun, Pelajar
Alamat : Desa Tanjung, Kec.XIII Koto Kampar

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki berbadan besar, bahkan dapat disebut sebagai raksasa, yang dikenal dengan nama Datuok Godang Cincin. Ia adalah seorang pengembara yang telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Setelah sekian lama berjalan dan merasa lelah, ia melihat sebuah rumah. Datuok godang cincin mendekati rumah tersebut, dan setelah sampai terlihatlah seorang gadis. Datuok godang cincin bertanya kepada gadis tersebut “dimana ayah dan ibu mu?”. gadis itu menjawab “ayah pergi membuat lubang pada di ladang, sedangkan ibu pergi menanam padi di sawah”. “bolehkah saya meminta tebu itu, saya haus sekali” pinta Datuok godang cincin kepada sang gadis. “boleh saja, tetapi harus ditanam kembali”. Setelah memakan tebu dan bercakap-cakap dengan sang gadis, terlintas dalam fikiran Datuok godang cincin untuk memperisteri sang gadis. “ia cantik, perilaku maupun hatinya” ucap Datuok godang cincin dalam hati. Tanpa diduga sang gadis, Datuok godang cincin langsung bertanya, “apakah kamu mau menikah dengan ku?”. Gadis tersebut terkejut mendengar pertanyaan yang tak diduga sebelumnya. Dalam kebingungan ia pun menjawab, “datanglah Datuok 3 pekan lagi ke sini, nanti Datuok akan mendapat jawabannya”. “baiklah, 3 pekan lagi saya kembali ke sini” jawab Datuok godang cincin, dan ia pun berlalu meninggalkan rumah gadis itu.
Setelah tiba waktu yang dijanjikan, tiba lah Datuok godang cincin di rumah gadis itu. Datuok godang cincin kembali mengutarakan niatnya untuk memperisteri si gadis. Sang gadis tidak merasa keberatan dengan syarat, orang tuanya mengizinkan. Menyambut niat baik Datuok godang cincin, orang tua si gadis mengizinkan pernikahan mereka. setelah melangsungkan pernikahan dan beberapa waktu tinggal di rumah mertuanya, tibalah saat Datuok Datuok godang cincin untuk melanjutkan pengembaraannya, kali ini ia tidak sendiri, tetapi ditemani oleh isterinya. Setelah pamit kepada mertuanya, berangkatlah Datuok godang cincin beserta isterinya.
Setelah sekian lama berjalan, sampailah mereka di suatu desa, dan di desa itu kaum lelakinya sangat gemar mangadu ayam. Datuok godang cincin ikut dalam arena adu ayam tersebut. Kehadiran Datuok godang cincin menjadi bahan cemoohan warga karena Datuok godang cincin menjadikan seekor anak ayam sebagai jagonya. Tidak disangka-sangka, anak ayam Datuok godang cincin sangat lincah dan kuat. Ia bisa mengalahkan ayam yang jauh lebih besar darinya. Karena ketangguhan ayam Datuok Godang Cincin, warga yang kalah membayar taruhan berupa uang dan emas, namun Datuok Godang Cincin tidak menerima imbalan tersebut. Ia sangat menginginkan seorang gadis untuk dijadikan saudara perempuan.
Datuok Godang Cincin menetap di desa tersebut bersama isterinya. Setelah belasan tahun, Datuok Godang Cincin mempunyai seorang anak laki-laki yang perkasa. Pada waktu itu datanglah sekelompok orang dari Rokan Hulu yang ingin menantang Datuok Godang Cincin. Mendengar tantangan tersebut Datuok Godang Cincin menjadi marah, sambil membawa sebuah pedang panjang Datuok Godang Cincin menunggu kelompok penantang tersebut di tebing sungai. Sambil menunggu kedatangan penantangnya, Datuok Godang Cincin memotong pucuk-pucuk pohon bambu yang ada di pinggir sungai tersebut. Melihat perbuatan Datuok Godang Cincin, kelompok penantang tersebut terkejut dan mengakui bahwa Datuok Godang Cincin bukanlah tandingan mereka, dan mereka memutuskan untuk kembali ke Rokan Hulu daerah asal mereka.
Beberapa waktu setelah tantangan kelompok Rokan Hulu, datang lagi seseorang bernama Pangeran Bakukuok yang merasa sangat sakti sehingga ia bersikap sombong dan mencari-cari lawan tanding. Ketika Datuok Godang Cincin mendengar kabar tentang Pangeran Bakukuok, penantangnya itu telah sampai di halaman rumahnya. Melihat sikap sombong Pangeran Bakukuok, Datuok Godang Cincin menyuruh anaknya melawan Pangeran Bakukuok. Perkelahian mereka telah berlangsung berhari-hari, namun tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Datuok Godang Cincin mengunyah sepotong tebu dan melemparkan ampasnya ke arena pertandingan, dan mengatakan kepada anaknya untuk tidak menginjak ampas tersebut. Tanpa disadarinya, Pangeran Bakukuok menginjak ampas tebu Datuok Godang Cincin, dan hal itu membuatnya kehilangan ilmu kebal. Beberapa detik kemudian, pedang panjang Datuok Godang Cincin yang dipakai puteranya menebas putus leher Pangeran Bakukuok.
Setelah saat itu, Datuok Godang Cincin dipilih oleh warga desa untuk menjadi pemimpin mereka. Datuok Godang Cincin menanam sebuah pohon berbunga cantik yang bernama bunga tanjung, yang kemudian dipakai sebagai nama desa tempat mereka tinggal, Desa Tanjung. Tidak ada yang mengetahui kapan Datuok Godang Cincin meninggal dunia, namun warga Desa Tanjung mempercayai sebuah kuburan panjang sebagai kuburan Datuok Godang Cincin. Selain itu, terdapat peninggalan sebuah cincin dan baju yang terbuat dari rangkaian besi. Hingga saat ini keturunan Datuok Godang Cincin tinggal di Desa Tanjung. Keturunan Datuok Godang Cincin diangkat menjadi cerdik pandai di Desa Tanjung dan bergelar Ajo nanti (Rajo nanti).

Minggu, 11 September 2011

Legenda Asal Mula Nama Air Tiris (catatan penelitian)


Oleh : Febby Febriyandi.YS 
Sumber : Alimuddin, 59 Tahun, Petani 
Alamat  : Desa Tanjung Alai, Kec. XIII Koto Kampar, Kab. Kampar-Riau

Pada zaman dahulu, daerah Air Tiris (Ibu Kota Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar-Riau) sekarang bernama Koto Pukatan. Menurut cerita, di suatu kampung ada seorang pemuda yang tampan memiliki kesaktian dan keberanian. Karena kehebatannya, pemuda yang bernama Khotib tersebut sangat disegani oleh orang kampungnya. Ayah Khotib adalah seorang guru agama Islam yang berasal dari Aceh. Beliau termasuk salah seorang yang berjasa dalam mengembangkan agama di daerah Limo Koto.  Karena jasa dan kebaikannya,maka ia berjodoh dengan seorang gadis asal daerah Koto Pukatan yang kemudian melahirkan Khotib.
Dari kecil hingga dewasa Khotib dididik dengan ilmu agama. Orang tua Khotib tidak melarang anaknya menuntut ilmu kebatinan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, Khotib juga menguasai ilmu pemagar diri serta mahir dalam beladiri. Suatu hari Khotib mendapati bahwa dirumahnya sudah tidak ada lauk untuk dimakan. Dilihatnya neneknya termenung karena tidak ada lauk untuk dimasak. Khotib kemudian pergi ke suatu tempat di desanya yang bernama Ayiu Lului (dalam bahasa Ocu disebut juga ayiu tiri[1]), dimana terdapat banyak ikan. Setelah  beberapa lama mengamati lubuk dan lubang ikan di Ayiu Lului, tiba-tiba Khotib melihat seekor ikan Tapa yang sangat besar. Masyarakat Koto Pukatan telah mengenali ikan tersebut karena ekornya yang buntung. Karena ukurannya yang besar, masyarakat menjadi takut dan mengira ikan tersebut memangsa manusia. karena Khotib memang seorang yang pemberani dan sakti, ia tidak merasa takut kepada ikan tapa raksasa tersebut. Khotib bahkan merasa tertantang untuk menaklukkan ikan raksasa tersebut dan menyantap dagingnya.
Khotib meminta temannya yang mengendalikan perahu agar menempatkan perahu tepat berada di atas tapa tersebut, karena ia ingin menombak ikan besar tersebut. Dengan secepat kilat Khotib menombak dan menusuk tepat di punggung Tapa raksasa itu. Tapa Buntung tersebut lari sekencang-kencangnya karena menahan sakit, sehingga Khotib ikut tercebur kedalam air dan diseret ikan Tapa kesana-kemari. Khotib sengaja tidak melepaskan tali tombak yang terikat ditangannya karena ia memang berniat ingin menyantap Tapa raksasa itu. Selain itu, dengan manaklukkan Tapa raksasa tersebut ia telah memberi rasa aman kepada penduduk Koto Pukatan yang hendak mencari ikan di Sungai Kampar.
Telah berhari-hari Khotib diseret hilir-mudik oleh Tapa raksasa, dan ikan tersebut telah merasa kelelahan. Karena tarikan Tapa tidak lagi kuat, Khotib memiliki kesempatan untuk naik kepermukaan air untuk melihat kemana ikan tersebut telah membawanya. Tidak lama kemudian, tibalah mereka di sebuah lubuk yang dalam, dan di sana terdapat sebuah batang kayu yang besar. Tapa raksasa tersebut beristirahat di dalam rongga kayu tersebut. Karena merasa kelelahan setelah 12 hari diseret Tapa,Khotib juga merasa lapar, maka ia memutuskan untuk meninggalkan Tapa tersebut dan berenang menuju tepian. Ketika  sampai di tepian Khotib tidak mengetahui nama daerah dimana ia berada, yang jelas baginya hari masih pagi karena matahari terlihat belum terlalu tinggi. Khotib ingin segera mencari makan, namun ia malu karena ia sudah tidak mengenakan sehelai kainpun. Dilihatnya sekeliling tak ada orang, ia pun merangkak memasuki semak-semak di hulu tepian itu. Untuk menutupi tubuhnya digunakan daun kayu yang agak lebardan diikatkan dengan akar kepinggangnya, ia berharap ada orang yang mau meminjamkan kain.
Tidak lama kemudian, Khotib melihat seorang gadis turun ke tepian hendak mencuci kain. Dengan suara yang serak Khotib memanggil “Gadi, Gadi, Oiiiii Gadiiii[2]….!” Mendengar panggilan tersebut, sang gadis mendekati semak-semak. Dari balik semak samar-samar terlihat olehnya sosok manusia. Khotib memanggil kembali seraya mengacungkan tangannya kepada perempuan tersebut  “Oiii gadi, bulio pinjam kain solai?” (bolehkah saya meminjam sehelai kain?).  Melihat seorang pemuda tanpa pakaian dan hanya dibalut dedaunan,perempuan tersebut sangat ketakutan. Tanpa menghiraukan kain cuciannya gadis itu lari berteriak-teriak ke atas tebing “Hantuuuuu, hantuuuuuuu ada hantu di tepian” teriaknya. Kebetulan saat itu hulu balang sedang berada di sekitar tepian, ia datang lalu bertanya apa yang terjadi. Gadis itu berkisah “begini tuanku, sewaktu saya ingin mencuci di tepian sungai, tiba-tiba saya mendengar orang memanggil-manggil. Setelah diamati ternyata suara itu berasal dari semak di hulu tepian. Karena suaranya parau dan kurang jelas, maka saya dekati semak tersebut, dan samar-samar saya melihat orang yang kepala dan badannya dipenuhi lumut, pinggang hingga kaki ditutupi daun-daun. Melihat sosok itu saya jadi ketakutan, saya menduga mahkluk itu bukan manusia melainkan hantu. Sewaktu saya hendak pergi mahkluk itu melambai-laimbai dan berseru minta kain. Karena semakin takut maka saya lari kesini”.
Hulu balang berkata “ kalau begitu mari kita lihat kesana!”. “jangan tuanku saya takut, panggillah bantuan tuanku” sahut perempuan itu. “kalau begitu baiklah, saya beritahukan kepada baginda Raja Gunung Sahilan agar baginda ikut menyaksikan serta dapat mengambil keputusan mengenai hal ini” jawab hulu balang, dan iapun bergegas menuju istana. Tidak lama kemudian Raja,hulubalang dan pembesar kerajaan Gunung Sahilan lainnya diikuti oleh serombongan rakyat berbondong-bondong menuju tepian sungai dimana mahkluk itu berada. Raja beserta robongan kemudian tiba di tepian yang dimaksud. Baru saja hulu balang mendekati semak tersebut, Khotib pun berkata “Tuanku tolong pinjamkan aku kain, aku dalam keadaan telanjang”. “mahkluk itu bicara” ucap hulubalang. “apa katanya” tanya baginda raja. “dia hendak meminjam kain, tuan ku”. “raja memerintahkan hulubalang “coba selidiki, apakah dia manusia atau bukan”. Mendengar pembicaraan itu, Khotib langsung menyahut “saya manusia, tuanku”.
Sang Raja merangkul hulubalang agar mendekat kepadanya sambil berbisik “mendengar ucapannya, mungkin ia manusia, tapi melihat rupanya yang berlumut aku jadi ragu, mari kita lihat lebih dekat”. “jangan mendekat tuanku, saya tidak berkain” cegah si Khotib. Khotib menunduk malu sambil menutupi pangkal pahanya dengan kedua tangannya. Hulubalang berkata kepada raja “tuanku, saya kira dia benar-benar manusia”. “pendapatku juga demikian, baiklah berikan ia pakaian” perintah sang raja. Tidak lama kemudian Datuk bendahara tiba di dekat raja sambil berbisik kepada raja “tuanku, sebaiknya terlebih dahulu kita beri dia pakaian, lalu baru kita beri dia pisang. Jika pisang itu langsung dimakannya berarti dia orang hutan atau hantu, tetapi jika kulit pisang itu dikupasnya 4 belah, maka ia adalah orang yang beradat, sama seperti kita”. “itu cara yang cerdik tuanku” sahut hulubalang. “kalau begitu coba Datuk Bendahara berikan kain sarung dan baju kepada mahkluk itu” perintah raja.
Datuk bendahara kemudian memberikan kedua helai kain tersebut kepada Khotib, sambil berkata “nah, pakailah pakaian ini”. Khotib menerima kain tersebut dengan perlahan dipakainya kain sarung dan baju, baru kemudian ia berani berdiri. Hulubalang maju beberapa langkah lalu berkata “ makanlah pisang ini” sambil memberikan 2 buah pisang raja setali. Khotib menyambut pisang pemberian hulubalang itu dengan menggigil karena lapar. Khotib mengupas kulit pisang tersebut menjadi empat bagian, lalu memakannya sepotong demi sepotong. Keempat orang yang menyaksikan menjadi terheran-heran, dab timbul keyakinan di dalam hati mereka bahwa Khotib benar-benar manusia yang beradat. Raja kemudian kembali ke istana dan memerintahkan hulubalang memeriksa Khotib di Balairung kerajaan.
Setibanya di istana Khotib menceritakan kisahnya “Tuanku, nama saya Khotib, berasal dari dusun Ranah di negeri Koto Pukatan, karena takdir tuhanlah saya sampai kedaerah ini”.  “bagaimana kamu bisa sampai di daerah Gunung Sahilan ini?” tanya hulubalang keheranan. “panjang kisahnya tuanku, lagi pula tidak masuk diakal, mungkin tuanku tidak akan percaya” jawab Khotib. “kalau begitu, hal ini perlu diketahui oleh raja, mari kita menghadap raja” kata hulubalang. Setibanya di depan singgasana hulubalang mengatur sembah “ampun patik tuanku, kalau digantung patik tinggi, kalau dipancung patik mati, tuanku juga yang akan rugi”. Raja menjawab “kabar apa yang hendak engkau sampaikan hulubalang? katakanlah” titah baginda raja.  “ampun tuanku, apa yang tuanku titahkan kepada patik tadi telah patik laksanakan. Meskipun hanya sebagian kecil kisah anak muda tadi yang patik dengarkan, tahulah patik bahwa ia adalah pemuda yang baik budi. Karena kisahnya amatlah panjang, tentunya memerlukan pemahaman yang mendalam, menurut hemat patik sebaiknya baginda langsung mendengar dan memberikan pertimbangan” hulubalang memberikan saran. “Kalau itu yang terbaik menurut mu, baiklah, beta setuju. Bawalah anak itu ke sini” perintah sang raja.
Hulubalang dan Khotib datang sambil mengatur sembah di hadapan raja. Raja mempersilahkan keduanya duduk dan bertitah “aku berkenan mendengar kisah mu anak muda, mulailah, biar kami mendengarkan”. Khotib menjawab “baiklah, titah tuanku patik junjung”. Khotib kemudian menceritakan kisanya kepada raja bahwa ia berasal dari Koto Pukatan, ayahnya adalah orang Aceh dan dikenal dengan nama Tuanku Syeh Aceh, sedangkan ibunya asli keturunan Koto Pukatan. “ jadi negeri mu terletak di pinggir Sungai Kampar kanan?” tanya raja. “benar tuanku” jawab Khotib. “apakah di sini daerah Kampar Kiri?” balas Khotib bertanya. “ya benar” jawab hulubalang. “bagaimana kisah mu hingga sampai ke sini” tanya raja?. Khotib menceritakan kisahnya menangkap Tapa Buntung raksasa, kemudian ia diseret ikan tersebut selama 12 hari melalui terowongan air bawah tanah, dan akhirnya sampai di Gunung Sahilan. Raja kemudian bertanya “dari lubuk ayiu lului, kamu ditarik Tapa Buntung melalui terowongan bawah air selama 12 hari, dan sampai di sini, lantas bagaimana kamu bisa bernafas?”. “ampun patik tuanku, bukan maksud hati hendak berbangga diri, dari beberapa ilmu dunia yang patik pelajari, ada salah satunya ilmu Piwang Ayiu. Dengan ridho Allah, jika kita menyelam dengan ilmu itu, kita mampu bertahan di dalam air selama 40 hari tuanku” jawab Khotib. “jadi selama itu kamu tidak makan apa-apa?” tanya raja lagi. “Khotib menjawab “boleh dikatakan tidak ada tuanku, kecuali air, berkat pertolongan Allah SWT saya mampu bertahan”. “hebat engkau Khotib, lengkap ilmu dunia dan akhirat mu” puji baginda raja.
Raja memaklumi Khotib yang sudah letih bercerita, sedangkan ia masih ingin mendengar kisah perjalanan Khotib dari Ayiu Lului ke Gunung Sahilan, maka raja mengajak Khotib menyantap makanan dan minuman. Setelah selesai bersantap dan sejenak melepas lelah, atas permintaan raja dan hulubalang, Khotibpun melanjutkan ceritanya. “Barangkali tuanku dan hulubalang ingin mengetahui mengapa hampir dua minggu saya di dalam air baru muncul di Kampar Kiri, sedangkan melalui jalan darat hanya memakan waktu selama dua hari, bukan begitu tua ku?” tanya Khotib. “ya, malah bunyi meriam di Limo Koto terdengar sampai kesini” jawab sang raja. Khotib melanjutkan ceritanya. “Jika jalannya lurus dan tidak ada penghalang, mungkin tidak akan terasa jauh dan dapat ditempuh dalam waktu singkat, tetapi terowongan yang saya lewati bersama Tapa Buntung Raksasa itu berkelok-kelok, kadang arah ke hulu dan kadang arah ke hilir. Ada bagian yang lapang, tetapi banyak bagian yang sempit. Ditambah pula si Ikan Tapa itu berenang tidak pilih jalan, malah ia suka mencari tempat yang sulit untuk dilalui. Sering tali tombak saya tersangkut pada batang kayu, atau batu runcing yang ada di dalam terowongan itu. Tidak hanya itu, di sana juga banyak terdapat binatang buas seperti ular dan buaya, menambah lama perjalanan saya”.
“lalu dimana Tapa Buntung itu sekarang?” tanya raja kepada Khotib. “Tapa Buntung itu terus memasuki lubuk, sembunyi di bawah batang kayu yang dipenuhi duri. Karena merasa sangat lelah, saya membuka ikatan tali tombak di pergelangan tangan saya dan mengikatkannya pada salah satu akar kayu besar itu. Sayapun berenang ke tepian, karena seluruh pakaian saya sudah hancur karena diseret Tapa, maka saat naik ke darat saya tidak berkain, hingga akhirnya bertemu dengan baginda” jawab Khotib. “sungguh kisah mengagumkan dan merupakan pengalaman yang sangat berharga. Hanya orang-orang yang bercita-cita mulia, istiqomah dan memiliki kesaktian luar biasa yang mampu melalui perjalanan tersebut”, puji sang raja sekaligus menutup perbincangan itu.
Sesaat kemudian, terdengar suara hingar bingar diselingi alunan suara gong di luar istana. Khotib merasa penasaran, dan bertanya kepada hulubalang. “ampun tuanku, bolehkah hamba tahu apa yang terjadi di luar sana?”. Hulubalang menjawab, “beberapa minggu yang lalu ada seseorang mendapatkan barang aneh. Tidak ada seorangpun yang mengetahui nama dan kegunaan barang itu. Karenanya, pihak istana mengadakan sayembara, bagi siapa yang dapat mengetahui nama dan guna barang itu, baginda raja akan memberikan hadiah yang besar”. Raja menambahkan “maksud beta, bagi siapa saja yang berhasil menyebutkan nama serta kegunaan benda tersebut, kepadanya akan dianugerahkan beberapa hadiah berupa benda berharga, pangkat dan fasilitas yang mewah. Jika berminat, kamu juga boleh mengikuti sayembara tersebut”, raja menawarkan kepada Khotib. “ampun patik tuanku, bolehkah patik melihat benda itu?” tanya Khotib penasaran. “bagaimana pendapatmu Hulubalang?” tanya sang raja. Hulubalang menjawab “ampun tuanku,menurut hemat patik, memang sebaiknya begitu. Jika Khotib mampu menerka nanti secara resmi dilakukan di depan khalayak ramai”. Kemudian raja menyuruh hulubalang untuk mengambil benda yang dimaksud. Setelah kembali, hulubalang memperlihatkan benda aneh tersebut di hadapan Khotib. Benda aneh itu dibungkus tiga lapis dan diikat dengan benang bencono. Ketika Khotib melihatnya, ia tersenyum dan berkata “oooh, saya tahu nama dan kegunaan benda ini baginda”, ucap Khotib. “Kamu tahu nama dan kegunaannya?, kalau begitu coba sebutkan”, titak raja.
“Ampun tuanku, benda ini umum dipakai petani di daerah Limo Koto, namanya sangkal bajak[3]. Alat ini ditarik oleh satu atau dua ekor kerbau untuk mencangkul sawah”. Mendengar penjelasan Khotib raja berkata “astagfirullah….,hampir saja kita melakukan hal yang tidak patut, untunglah ada Khotib yang mengetauinya. Atas keterangan yang diberikan Khotib, raja merasa yakin bahwa nama benda aneh tersebut adalah sangkal bajak dan digunakan untuk membajak tanah. Setelah berfikir sejenak, raja kemudian berkata “sekarang waktunya untuk mulai sayembara”. Hingar-bingar di luar istana semakin jelas terdengar. Musik gong dan calempong semakin lantang, bunyi tabuh pun bertalu-talu pertanda sayembara akan dimulai.
Dalam pada itu Datuk bendahara datang menghadap raja, dan melaporkan bahwa seluruh rakyat kerajaan Gunung Sahilan telah berkumpul untuk menyaksikan perhelatan besar yang akan dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam, dengan menyembelih seekor kerbau. Setelah Datuk Bendahara selesai menyampaikan laporannya, baginda raja memerintahkan hulubalang untuk mempersiapkan segala keperluan sayembara tersebut. Sebelum raja pergi untuk melangsungkan pembukaan sayembara tersebut ia berpesan kepada Khotib “nanti sesudah pembukaan sayembara beta lakukan, semua rakyat dipersilahkan untuk menjelaskan nama dan kegunaan benda itu, beta yakin tidak seorangpun yang akan tahu. Namun biarkanlah dulu beberapa orang memberikan jawaban mereka, setelah beberapa lama berselang dan tidak ada lagi yang akan tampil memberikan jawaban, barulah kamu tampil ke hadapan khalayak dengan jawaban yang paling sempurna, dan kamulah yang menjadi pemenang sayembara besar ini, sehingga sayembara ini tidak kelihatan enteng. Pahamkah kamu maksud beta?” tanya sang raja kepada Khotib.
Khotib menjawab “hamba maklum tuanku, hamba akan berupaya memenuhi segala sesuatu yan tuanku titahkan”. Setelah baginda raja dan Khotib selesai mengenakan pakaian, hulubalangpun datang menjemput. Baginda raja diiringi Permaisuri, Khotib dan pembesar kerajaan berjalan menuju balairung dimana rakyat telah berkumpul. Kedatangan raja disambut meriah oleh para hadirin. Lelo[4] dibunyikan sebanyak tiga kali sebagai pertanda pembukaan sayembara telah dimulai. Dalam pidato pembukaan, baginda raja sengaja memperkenalkan Khotib kepada seluruh pembesar kerajaan, para undangan dan seluruh rakyat. Raja mengatakan bahwa Khotib adalah tamu kerajaan, karenanya ia berhak mengikuti sayembara tersebut.
Sayembara segera berlangsung, beberapa peserta telah tampil dan memberikan jawabannya. Diantara mereka ada yang mengatakan nama benda itu sejenis beliung, ada yang mengatakan sabit, senjata untuk berburu, alat  pengupas kelapa dan lain-lain. Baginda raja yang bertindak sebagai hakim menyatakan bahwa jawaban para peserta belum ada yang sempurna. Sesuai dengan rencana semula, maka untuk giliran terakhir tampillah Khotib yang dengan lancar menjelaskan perihal benda tersebut. Khotib malah menambahkan kemungkinan benda tersebut dihanyutkan dari daerahnya Ayiu Lului Kampar, melewati terowongan bawah air hingga sampai di Gunung Sahilan.
Semua yang hadir dapat menerima jawaban Khotib, dan dengan demikian Khotib keluar sebagai pemenang sayembara. Sesuai dengan perjanjian, baginda raja mengumumkan hadiah yang akan dianugerahkan kepada pemenang. Kepada Khotib dianugerahi gelar Panglima kerajaan, diberi tanah ulayat yang luas dan dicarikan calon isteri yang sepadan. Hadiah yang diberikan oleh raja ditolak oleh Khotib, kecuali gelar kebesaran “Panglima”. Khotib menolak jabatan, harta dan pendamping hidup yang diberikan raja, karena ia tidak ingin lama tinggal di Gunung Sahilan, dan ingin segera kembali ke Koto Pukatan. Khotib teringat kepada orang tuanya yang mungkin menggap Khotib telah meninggal dunia ketika ia dilarikan ikan Tapa Buntung itu.
Baginda raja menghendaki supaya Khotib tetap tinggal di Gunung Sahilan selama 70 hari karena masih banyak yang perlu dikerjakannya. Setelah mempertimbangkan kepentingan raja yang baik itu, maka Khotib menyetujui untuk tinggal selama 70 hari. Raja sangat bersuka cita, sehingga baginda mengadakan upacara pulang sanak[5] untuk Khotib yang berlangsung selama 7 malam berturut turut. Selesai 70 hari, tibalah waktunya bagi Khotib untuk pulang ke kampungnya. Dengan berat hati rajapun melepas kepergian Khotib pulang ke Koto Pukatan. Untuk kepulangan Khotib, pihak kerajaan telah mempersiapkan sebuah perahu yang cukup besar dengan ukiran yang indah. Setelah bermaaf-maafan Khotibpun mulai berlayar meninggalkan Gunung Sahilan diiringi beberapa perahu kerajaan. Lelo  dibunyikan tujuh kali melepas kepergian Khotib.
Setelah 6 hari menyusuri Sungai Kampar tibalah Khotib di kampungnya Koto Pukatan. Di tepian sungai Khotib melihat banyak perempuan yang sibuk bekerja. Sebagian mengupas dan mencincang cempedak muda, sebagian lagi membersihkan ayam dan ikan yang telah dipotong. Khotib yang telah bergelar panglima itu merasa penasaran, lalu ia menegur perempuan-perempuan tersebut dengan bertanya “sepertinya masyarakat desa ini akan melakukan kenduri besar?”. Salah seorang dari mereka menjawab “benar Tuk, kami akan mengadakan perhelatan besar”. “perhelatan untuk apa?” tanya Panglima Khotib. Mereka menjawab “kami hendak mengadakan upacara peringatan seratus hari meninggalnya pemuda desa sini”. Panglima Khotib termenung sejenak, lalu ia bertanya kembali “apa penyebab kematiannya?”. Perempuan itu menjawab “dia dilarikan Ikan Tapa Buntung”. Panglima Khotib berkata “oh begitu, apakah pemuda itu bernama Khotib?” Semua perempuan yang bekerja di tepian sungai tersebut terkejut mendengar nama pertanyaan Khotib. “dari mana orang asing ini mengetahui nama si Khotib” pikir mereka. Paglima Khotib kemudian mengatakan bahwa dirinya adalah pemuda yang disangka telah meninggal sejak seratus hari yang lalu. Perempuan-perempuan itu terkejut dan mengamati Panglima Khotib dengan seksama. Salah satu dari mereka kemudian berkata “iko ocu Khotib go, indak tio mati ocu do? Syukur Alhamdulillah (apakah anda ini bang Khotib, berarti bang Khotib tidak meninggal)”. Panglima Khotib kemudian berjalan kerumahnya meninggalkan perempuan-perempuan itu dalam kebingungan.
Dari kejauhan Panglima Khotib dapat mendengar suara gaduh dari rumahnya. Anggota keluarganya telah mendapat kabar bahwa ia masih hidup dan sedang berada di tepian. Sesampainya di halaman rumah, Panglima  Khotib bergegas naik ke rumah sambil mengucapkan salam. “Assalamualaikum” ucapnya. “waalaikumsalam” jawab orang seisi rumah. Melihat Panglima Khotib, seluruh keluarga segera menghampirinya, tangisan dan ratapan semakin menjadi-jadi. Untuk mengatasi situasi yang demikian, Panglima Khotib berkata “Bapak, Ibu, sanak saudara sekalian harap tenang dan jangan meratap lagi. Syukur Alhamdulilah saya telah kembali, memang benar pepatah orang tua-tua : indak gowuo bapantang luko, indak ajal bapantang mati (kalau tidak ada sebab tidak akan luka,  kalau tidak ajal tidak akan mati).
Sekonyong-konyong nenek Panglima Khotib mendekat dan menepuk bahu Panglima Khotib, dengan suara keras ia berkata “itu lah cu….. bukankah nenek tidak menyuruh kamu menombak Tapa Buntung? Akhirnya kami kehilangan kamu seratus hari, kami kira kamu sudah mati, inilah upacara seratus hari kematian mu, orang kampung sudah diundang untuk datang malam ini". Panglima Khotib segera memegang tangan neneknya yang mulai ingin meratap, dan berkata “sabar nek, coba nenek denarkan cerita saya,hal ini terjadi bukan karena salah siapa-siapa, ini terjadi karena memang sudah suratan hidup saya nek. Peristiwa ini adalah takdir Allah, kita hanya menjalani saja. Kita harus bersyukur saya masih diselamatkan Allah yang maha pengasih dan penyayang. Karena kenduri seratus hari ini sudah terlanjur dilaksanakan, maka sebaiknya kita ganti dengan doa selamat atas kepulangan saya ke Koto Pukatan”. “lalu bagaimana cara kita memberitahukan hal ini kepada para undangan?” sahut anggota keluarganya yang lain. “masalah itu tidak usah dirisaukan, orang kampung tentu ingin mengetahui perihal kisah hilangnya saya selama seratus hari, oleh karena itu, nanti malam setelah semua undangan hadir, saya sendiri yang akan mengumumkan bahwa acara ini telah berubah menjadi doa selamat atas kepulangan saya” jawab Panglima Khotib.
Setelah selesai sholat magrib, orangpun berdatangan ke rumah Panglima Khotib. Sebelum upacara peringatan seratus hari kematiannya dilangsungkan, Panglima Khotib memberikan kata sambutan. Ia menceritakan bagaimana ia diseret Ikan Tapa Buntung hingga sampai ke Gunung Sahilan, mengikuti dan memenangkan sayembara di sana, ia menerima gelar panglima dan menolaksemua hadiah lainnya dan proses kembali ke Koto Pukatan. Sebelum mengakhiri sambutannya Panglima Khotib menjelaskan tentang keadaan ayiu lului yang sebenarnya merupakan jalan tembus menuju Sungai Kampar Kiri. Panglima Khotib juga mengatakan bahwa tidak hanya dirinya, tetapi sebuah mata bajak dari Koto Pukatan juga pernah ditemukan orang di sungai Kampar Kiri, dan diperkirakan Panglima Khotib, mata bajak tersebut terseret arus terowongan bawah air di Ayiu Lului.
Sejak peristiwa yang menakjubkan itu, daerah Koto Pukatan tempat terdapatnya ayiu lului perlahan-lahan dikenal orang dengan nama air tiris.


[1] Lului / tiri berarti tembus/merembes
[2] Gadi : adalah panggilan untuk seorang Gadis dalam bahasa Ocu.
[3] Sangkal bajak = mata bajak
[4] Lelo = meriam dari bambu
[5] Pulang sanak = tradisi mengangkat saudara yang berlaku dalam masyarakat Kampar.

Selasa, 23 Agustus 2011

Dideng Dayang Ayu : Cerita Rakyat Rantau Pandan, Bungo-Jambi.


Oleh : Febby Febriyandi. YS

Cerita Dideng Dayang Ayu merupakan cerita rakyat dari daerah Rantau Pandan Muaro Bungo. Cerita ini disampaikan dengan cara bersyair sambil menabuh kelintang. Dalam kesempatan tertentu cerita ini juga dikemas dengan dengan gerak tari sehingga terwujud sebagai suatu pertunjukan seni yang menarik.
Cerita Dideng Dang Ayu bermula dari kisah seorang raja yang bergelar Raja Pasak kancing. Baginda memiliki seorang putera dan seorang puteri. Suatu ketika permaisuri raja meninggal dunia, raja pasak kancing begitu bersedih dan pergi entah kemana sehingga kerajaan menjadi kacau tak terurus. Begitu pula nasib putera-puteri baginda yang bagai menjadi yatim piatu. Pembesar istana dan dubalang kerajaan sudah tidak peduli dengan keadaan raja dan anak-anaknya, dan akhirnya terjadi pemindahan kekuasaan yang bukan pada haknya. Tahta kerajaan dipegang oleh orang yang bukan keturunan baginda raja pasak kancing.
Putera baginda merasa tidak tahan lagi tinggal di dalam istana, maka pamitlah ia kepada adinda puteri untuk merantau mengadu nasib ke negeri orang. Tidak ada kata yang dapat melukiskan kepiluan hati sang adik mengiringi kepergian kakanda tercinta, namun puteri pun tidak kuasa menahan kakanda hidup penuh tekanan dalam istana. sebelum berpisah, kedua kakak beradik membuat janji bila keduanya mempunyai keturunan, maka keturunan mereka akan mengikat tali perkawinan.
Sang kakak merantau ke negeri Pusat Jalo dan kemudian diangkat sebagai raja di sana. Dari perkawinannya dengan seorang puteri lahirlah seorang putera yang diberi nama Dang Bujang. Sementara adik perempuannya yang menetap di Pasak Kancing telah pula melahirkan seorang puteri dan diberi nama Dayang Ayu.
Garis kehidupan kedua anak tersebut sungguh jauh berbeda. Dang Bujang Hidup sebagai anak raja, sedangkan Dayang Ayu hidup dalam kemiskinan. Meskipun Dayang Ayu hanya seorang gadis miskin, namun ia memiliki kecantikan luar biasa, bagaikan puteri yang turun dari kayangan. Saat menginjak dewasa Dang Bujang dinobatkan sebagai putera mahkota. Acara penobatan sangat meriah, sebuah pesta besar diadakan untuk mengundang pangeran dan puteri dari kerajaan tetangga. Teringat akan janjinya, Raja Pusat Jalo mengundang Dayang Ayu beserta ibunya. Raja berniat sekaligus mengumumkan pertunangan antara Dang Bujang dan Dayang Ayu.
Tanpa pakaian kebesaran, tanpa iring-iringan datanglah Dayang Ayu dan ibunya. Karena penampilan yang tidak menyerupai kaum bangsawan, hulubalang menghadang di gerbang kerajaan, mereka mengira Dayang Ayu dan ibunya hanyalah pengemis yang meminta sedikit belas kasih kepada raja. Peristiwa itu menarik perhatian undangan pesta. Mereka keluar istana dan langsung terlena melihat kecantikan Dayang Ayu. Dang Bujang yang kala itu sedang berjoget dengan seorang puteri merasa terhina dengan kejadian itu, dan tanpa bertanya siapa gerangan yang datang, Dang Bujang langsung mengusir Dayang Ayu dan ibunya dengan hinaan yang sangat menusuk hati. Dengan hati yang pedih dan kecewa pulanglah Dayang Ayu beserta ibunya kembali ke Pasak Kancing. Betapa murkanya Raja Pusat Jalo mendengar perlakuan Dang Bujang kepada Puteri Dayang Ayu dan ibunya. Raja langsung bertitah kepada Dang Bujang “Kejar mereka dan kau tidak aku izinkan kembali ke istana tanpa membawa Dayang Ayu”.
Dalam perjalanan Keputus-asaannya, Dayang Ayu tidak kembali ke Pasak Kancing, karena ibunya wafat dalam perjalanan menuju Pasak Kancing. Dayang Ayu memutuskan untuk merambah hutan belantara seorang diri hanya bertemankan binatang liar yang ikut mengiringi. Seekor burung Punai menyarankan agar Dayang Ayu pegi ke Bukit Sekedu, dan si Punai juga menyuruh dua ekor kera untuk menemui Dewa Tua penguasa Bukit Sekedu yang bernama nenek Rabiyah. Kepada nenek Rabiyah Dayang Ayu menumpahkan semua kesedihan hatinya. Tercengang nenek Rabiyah mendengar kepedihan dan keputusasaan Dayang Ayu, yang melantunkan syair :
Ngan mendaki bukit sekedu (saya mendaki bukit sekedu)
Ngan menurun di pasi merang (turun di pasir merang)
Ngan menangih betudung baju (saya menangis bertudung baju)
Mengenang badanlah bejalan surang (teringat berjalan seorang diri)

Serai serumpun di tengah laman (serai serumpun di tengah halaman)
Anaklah punai mengunjur kaki (anak punai mengunjur kaki)
Tinggallah dusun tinggallah laman (tinggallah desa dan halaman)
Tinggal sereto tepian mandi (tinggal juga tepian mandi)
Berbagai nasehat dari nenek Rabiyah tidak mampu menyurutkan kehendak Dayang Ayu untuk menyatu dengan alam, atas bimbingan nenek Rabiyah Dayang Ayu menuju telaga larangan. Di telaga itu Dayang Ayu bergabung dengan delapan puteri yang sedang mandi bergembira ria. Dayang Ayu kemudian langsung memasuki telaga diringi warna indah pelangi.
Sementara itu, Dang Bujang telah menempuh perjalanan yang berat. Setelah melewati banyak lembah dan bukit sampailah ia di puncak Bukit Sekedu. Sesuai dengan isyarat hewan liar di hutan itu, Dang Bujang juga menemui nenek Rabiyah. Nenek Rabiyah cukup mengerti akan maksud Dang Bujang, maka disuruhnya Dang Bujang ke telaga larangan agar dapat bertemu dengan Dayang Ayu, tunangannya.
Gemercikair terjun di hulu telaga itu menyembunyikan kehadiran Dang Bujang di sana. Dang Bujang bingung mendapati Sembilan orang puteri yang sedang mandi di telaga itu. Selain mereka memiliki kecantikan yang sama, Dang Bujang tidak mengenali wajah Dayang Ayu yang dicarinya. Dang Bujang masih saja bingung dengan perasaan tidak menentu hingga kesembilan puteri itu kembali ke angkasa. Dang Bujang kembali menemui nenek Rabiyah. Nenek mengatakan kepada Dang Bujang bahwa puteri yang terakhir turun ke telaga, dialah Dayang Ayu.
Keesokan harinya berbekal pancing pemberian nenek Rabiyah, Dang Bujang menanti di telaga. Sambil mengucapkan mantra yang diajarkan nenek Rabiyah, Dang Bujang mengambil salah satu selendang bidadari yang terletak di sebuah batu. Tidak satupun dari bidadari itu yang menyadari perbuatan Dang Bujang. Betapa terkejut dan sedihnya hati Dang Ayu ketika mengetahui selendangnya hilang. Puteri yang lain telah terbang ke angkasa, sedangkan Dayang Ayu tinggal sendiri di telaga itu. Dayang Ayu bertembah kecewa saat mengetahui selendangnya berada di tangan Dang Bujang, namun ia tidak punya pilihan selain mengikuti Dang Bujang ke istana Pusat Jalo.
Beberapa hari tiba di istana Pusat Jalo baginda raja langsung mengadakan pesta pernikahan Dang Bujang dengan Dayang Ayu. Pesta diselenggarakan dengan sangat meriah, selamatujuh malam perhelatan akbar digelar, namun tidak bisa menghapus kesedihan puteri Dayang Ayu. Gundah gulana selalu mewarnai wajah ayu sang puteri, kabahagiaan dunia tidak mampu menghapus kerinduannya akan kesenangan di alam dewa-dewi.
Banyak tabib telah diperintahkan untuk mengobati Dayang Ayu yang semakin hari kian kurus. Puncak kerinduan untuk kembali ke kayangan tiba pada saat Dayang Ayu telah melahirkan seorang putera. Belum habis masa nifasnya, dengan tubuh yang lunglai Dayang Ayu berdiri dianjungan istana. rasa sedih yang dibungkus kerinduan mendalam telah menghantarkan doa Dayang Ayu ke singgasana penguasa alam. Perlahan tubuh Dayang Ayu terangkat melayang melewati jendela anjungan istana. Rasa kasih dan sayang terpancar dari mata Dayang Ayu saat ia mendengar tangisan sang buah hati. Sang puteri tidak sepenuhnya menjelman menjadi dewi, tetapi ia berubah menjadi elang dan terbang tinggi ke angkasa. Isak kepedihan hati dan kasih sayangnya kepad anak yang ditinggalkan terdengar sangat pedih. Sejak saat itu apabila masyarakat Rantau Pandan mendengar pekikan elang di siang hari, mereka selalu bercerita bahwa pekikan itu adalah suara Dayang Ayu yang ingin menyusui anaknya. Tamat……

Selasa, 16 Agustus 2011

Undang-Undang Nan Dua Puluh daerah Bungo (catatan Penelitian)


Oleh : Febby Febriyandi. YS

Masyarakat Melayu Bungo memiliki undang-undang adat yang disebut undang-undang nan dua puluh. Undang-undang ini berlaku mengikat, tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Berbeda dengan undang-undang Pidana maupun Perdata yang diakui oleh negara, undang-undang nan dua puluh tidak mencantumkan sanksi dalam sebuah kitab. Sanksi terhadap pelanggaran undang-undang nan dua puluh diatur dalam bagian lain, yaitu diatur dalam lembago adat yang berdasarkan hukum mungkin dan patut.

Undang-Undang nan dua puluh terbagi dalam dua bagian yaitu undang-undang nan delapan dan undang-undang nan dua belas. Undang-undang nan delapan merupakan aturan untuk perbuatan yang digolongkan kedalam tindak kejahatan pidana, sedangkan undang-undang nan dua belas lebih sebagai aturan hidup sehari-hari. Undang-undang nan delapan terdiri dari :
1. Tikam-bunuh,
Tikam adalah perbuatan menikam seseorang baik secara sengaja ataupun tidak sengaja yang menyebabkan orang tersebut terluka. Dalam ungkapan adat disebutkan kok darah lah terpecik ke Bumi, kok daging lah terkuak. Bunuh adalah perbuatan sengaja atau tidak yang menyebabkan meninggalnya orang lain. Ungkapan adat berbunyi : kok bangkai lah teguling, kok mati lah tebuju.

2. Upeh-racun
Upeh adalah perbuatan menganiaya orang lain dengan cara memberikan makanan atau minuman, sehingga menyebabkan orang tersebut menderita penyakit parah dan menahun.
Racun adalah perbuatan menganiaya orang lain dengan memberi makan atau minum yang telah diberi racun sehingga menyebabkan kematian. Dalam ungkapan adat disebutkan : upeh nan menyesak, racun dan betabung.

3. Samun-sakai
Samun ialah perbuatan mengambil barang orang lain dengan paksa dan disertai dengan penganiayaan. Sedangkan sakai adalah perbuatan mengambil harta benda milik orang lain dengan cara mencuri baik siang maupun malam hari. Dalam ungkapan adat disebutkan :
Jenjang tertegak dibelakang rumah
Terbebak dinding
Terateh lantai
Tergulung atap
Terpekik pingkau orang banyak

4. Sumbang-salah
Sumbang ialah suatu perbuatan atau sikap yang dianggap jelek, janggal, tidak pantas dalam pandangan masyarakat. Dalam ungkapan adat disebutkan : sumbang kato,sumbang mato, sumbang tegak, sumbang duduk, sumbang perbuatan. Salah adalah perbuatan yang tergolong kedalam induk kesalahan menurut adat, disertai dengan bukti yang dapat diperiksa. Ungkapan adat menyebutkan :
Salah di rajo,mati
Salah laki-laki dengan isteri orangmati jugo hukumnyo
Salah bujang dengan gadis
Kaki salah langkah, tangan salah jangkau, tunjuk terdorong
Salah hutang tadahno.

5. Dago-dagi
Dago adalah perbuatan menentang ketentuan adat, atau merencanakan suatu kejahatan untuk memfitnah serta mencemarkan nama baik pimpinan adat. Sedangkan dagi adalah membuat kejahatan yang menghebohkan negeri, menentang pemimpin sehingga terjadi kekacauan.

6. Siar-bakar
Siar adalah perbuatan sengaja membakar ladang atau rumah tetapi tidak sampai habis, sedangkan bakar adalah perbuatan membakar rumah atau ladang sampai habis
7. Melesit-menerangko
Melasit adalah mengugurkan anak dalam kandungan, sedangkan menerangko adalah sengaja membuat keributan di dalam kampung sehingga orang lain teraniaya

8. Lembuk-lembai
Umbuk adalah merayu orang lain sehingga terjebak melakukan suatu kejahatan atau perbuatan yang buruk. Lembai adalah mengulur-ulur waktu yang menyebabkan datangnya bahaya, sehingga orang lain menjadi teraniaya.

Undang-undang nan delapan masing-masing berpasang-pasangan sehingga menjadi enam belas undang-undang. Enam belas undang-undang tersebut terbagi pula ke dalam dua bagian yaitu delapan diatas yang disebut undang-undang semato-mato, dan delapan di bawah yang disebut ikuk undang kepalo peseko.
Dalam undang-undang nan delapan juga disebutkan sanksi kepada siap saja yang melanggar hukum adat. Sanksi yang diberikan disesuaikan dengan pelanggaran, makin besar kesalahan semakin berat sanksi yang dikenakan. Pelanggaran seperti menikam bumi (inces antara anak laki-laki dengan ibu), mencarak telur (inces antara anak perempuan dengan ayah), menyunting bungo setangkai (berbuat mesum dengan saudara ipar), atau mandi dipancuran gading (berbuat mesum dengan isteri orang), secara adat dikenakan sanksi seekor kerbau, beras seratus gantang, kain putih enam belas kayu, dilengkapi dengan seasam segaram, selemak semanis (bumbu dapur). Kejahatan lain seperti lebam balu, dikenakan sanksi tepung tawar. Luko tekuak, dikenakan sanksi seekor kambing, beras dua puluh gantang, kain empat kayu, selemak semanis seasam segaram. Luko garis, dikenakan sanksi seekor ayam, beras segantang, dan nasi putih kuah kuning. Mati bangun, dikenakan sanksi kerbau seekor, beras seratus gantang, kain delapan kayu dilengkapi bumbu dapur.

Undang-undang nan dua belas terdiri dari :
1. Undang Tebing serto tepian
2. Undang Rumah serta tengganai
3. Undang Luhak serto penghulu
4. Undang Kampung serto tuo
5. Undang Negri serto batin
6. Undang Rantau serta jenang
7. Undang Alam serto rajo
8. Undang Tanah, air serto hutan
9. Undang Ternak serto tanaman
10. Undang dagang serto utang piutang
11. Undang ambik serto tunggu tagih
12. Undang semendo menyemendo serto perkawinan.

Dalam adat masyarakat Bungo, undang-undang anan duo puluh terbagi dalam tiga tinggakatan (berjenjang naik bertanggo turun) yaitu : 1). Dua puluh di ateh namanya peseko, dan menjadi hak dari Batin serta Penghulu untuk menjaga agar tidak ada yang melanggar adat. 2). Dua puluh di tengah namanya lembago, wewenang dan hak ninik mamak untuk mengasuh dan menjaganya. 3). Dua puluh di bawah namanya tepung-tawa, wewenang dan hak tengganai untuk menyelesaikan sengketa.

Menurut informan, undang-undang nan dua puluh ini merupakan aturan pemakain adat dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana ungkapan adat mengatakan :
Rumah nan betengganai
Kampung nan betuo
Luhak dan bepenghulu
Negeri nan bebatin
Rantau nan bejenang
Alam nan berajo
Hutan lepeh rimbo tenang
Umo bekandang siang, ternak bekandang malam
Kerimbo berbungo kayu
Keayik berbungo pasir
Ketambang berbungo meh
Kesawah berbungo padi

Undang-undang nan duo belas menyangkut segala kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu sangat sulit untuk dirincikan satu persatu. Sebagai contoh undang-undang ke limo tentang negeri serto Batin. Dalam undang-undang ini diatur bahwa setiap negeri harus dipimpin oleh seorang Batin, pepatah adat menyebutkan
negeri nan bebatin
batin nan pusat jalo tumpuan ikan
batin naik negeri berutang
batin nan rindang dek adat, rimbun dek peseko.
Oleh karena itu, seseorang yang duduk sebagai pemimpin adat atau anggora majelis adat, harus benar-benar menguasai seluk beluk undang-undang nan dua puluh. Jika pemimpin adat tidak menguasai, keputusan yang dibuatnya akan bertolak belakang dengan hukum adat.