Selamat Datang

Selamat membaca dan mengutip, jangan menjadi plagiat
Bagi pemilik tulisan harap kunjungi "surat untuk penulis"

Senin, 06 Mei 2013

KOTIK ADAT : UPACARA DAN STATUS SOSIAL DALAM MASYARAKAT PULAU GODANG


Oleh : Febby Febriyandi.YS


Sejarah kotik adat di Kenogorian Pulau Gadang

Keberadaan Kotik adat di Nogori Pulau Godang telah berlangsung lama, dan merupakan suatu bukti penerimaan ajaran Islam sebagai agama baru bagi masyarakat di Pulau Godang pada waktu itu. Menelusuri masuknya ajaran Islam ke tanah Ocu tidak terlepas dari drama islamisasi di wilayah Sumatera. Sejak masuknya ajaran Islam sendi kehidupan sebagian besar masyarakat di pulau ini dirubah. Kehidupan yang semula berlandaskan ajaran agama lokal, berubah menjadi berlandasakan ajaran Islam.

Penyebaran ajaran Islam ke wilayah Sumatera khususnya wilayah Riau telah dimulai sejak abad pertama tahun hijriyah (abad ke VII Masehi). Pada masa itu rute perdagangan antara negeri Arab dengan Cina maupun sebaliknya, melewati Selat Malaka dan menyusuri pantai Timur Sumatera. Rute ini telah mendorong terjadinya hubungan dagang antara pedagang Arab dan Cina dengan masyarakat di pantai Timur Sumatera yang ketika itu memeluk agama lokal atau agama Budha. Para pedagang Arab inilah (yang kebanyakan datang dari Persia) pemeluk Islam pertama yang datang ke daerah penghasil lada di Riau yaitu daerah Kuntu Kampar dan Kuantan. Upaya membangun hubungan dagang antara pedagang Arab/Persia dengan masyarakat Kampar dan Kuantan tidak berjalan mulus karena pedagang Cina yang sebelumnya memonopoli perdagangan rempah-rempah merasa dirugikan. Para pedagang Cina dengan bantuan angkatan perangnya berhasil memonopoli kembali perdagangan rempah di daerah Kampar pada tahun 702 Masehi. Keberhasilan Cina ini sekaligus menggagalkan penyebaran ajaran Islam ke daerah Kampar. Muchtar Lutfi, dkk, 1996 ; 120-123).

Pada abad ke XII Masehi di Aceh berdiri kerajaan Islam Dayah dibawah kekuasaan Sultan Johan Syah yang memiliki hubungan yang erat dengan kesultanan Mesir. Kedua kerajaan ini kemudian membangun hubungan dagang yang erat dengan masyarakat Kuntu Kampar, dan atas prakarsa kerajaan Dayah pada abad ke XIII berdiri pula kerajaan Kuntu Kampar. Pada abad ini ajaran Islam telah berkembang di wilayah Kuntu kampar, dibuktikan dengan terdapatnya makam Syeh Burhanuddin Al Kamil yang wafat pada tahun 1214 Masehi. Pada tahun 1286 Masehi, kerajaan Singosari berhasil menguasai Kuntu Kampar dan memonopoli perdagangan rempah. Penguasaan tersebut memudahkan Singosari mengembangkan ajaran Budha Tantrayana di daerah Kuntu Kampar.

Kekuasaan Singosari tidak berlangsung lama, pada tahun 1299 Sultan Malik al Mansur mendirikan kerajaan Aru Barumun yang menganut ajaran Islam Syiah dan lepas dari kekuasaan kerajaan Samudera Pasai. Pada tahun 1301 Aru Barumun berhasil merebut kerajaan Darmasraya dari Singosari sehingga monopoli perdagangan lada di Sungai Kampar serta Sungai Batang Hari dikuasai oleh kerajaan Aru Barumun. Sultan Malik al Mansur mendirikan kerajaan Kuntu Kampar yang berasaskan Islam sebagai bawahan Aru Barumun. Dengan demikian ajaran Islam kembali dikembangkan di derah ini (M.D. Mansoer, et. Al. 1970 : 54).

Penyebaran ajaran Islam di wilayah kerajaan Kuntu Kampar dan Darmasraya kembali terkendala ketika kerajaan Majapahit kembali meneruskan ekspedisi Pamalayu yang dipimpin oleh Adityawarman. Ekspedisi tersebut meraih hasil gemilang dengan menaklukkan Aru Barumun. Adityawarman berhasil merebut perdagangan lada di Sungai Batang Hari pada tahun 1347. Ia juga berhasil menaklukkan kerajaan Kuntu Kampar dan menguasai perdagangan lada di Sungai Kampar pada tahun 1349 (M.D. Mansoer, et. Al.1970 : 55). Kemenangan Adityawarman ini kembali menghambat perkembangan ajaran Islam di wilayah Sumatera dan khususnya Kampar, karena Adityawarman mewajibkan rakyatnya memeluk agama Budha. Penduduk di daerah taklukan Adityawarman yang telah memeluk Islam dan tidak mau kembali memeluk agama Budha melarikan diri ke daerah lain.

Perkembangan ajaran Islam di wilayah kekuasaan Pagaruyung khususnya di wilayah XIII Koto Kampar (Sialang Balantak Basi) antara tahun 1347 – 1560 tidak diketahui. Diduga pada masa itu pemerintah kerajaan Pagaruyung menganut agama Budha, sedangkan ajaran Islam berkembang secara diam-diam. Pada tahun 1560 raja Pagaruyung yang pertama memeluk Islam bernama Sultan Alif Khalifatullah merubah agama resmi kerajaan dari Budha ke agama Islam, dan kerajaan berubah menjadi Kesultanan Pagaruyung. Tahun 1650 Sultan Ahmad Syah naik tahta. Beliau adalah Sultan Pertama yang memberlakukan sistem pemerintahan bercorak desentralistis, berdasarkan pada hukum Islam dan hukum adat yang lazim disebut adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah, dengan sistem pemerintahan Tungku Tigo Sajarangan (Mardjamni Martamin et.al.2002 : 123-125). Diperkirakan sistem pemerintahan tersebut juga berlaku pada saat yang sama dalam Nogori Pulau Godang karena Pulau Godang termasuk wilayah kekuasaan Pagaruyung.

Sejak berlakunya falsafah “adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah” (yang berarti bahwa ajaran Islam menjadi landasan ideal bagi adat-istiadat), ajaran Islam menjadi ilmu pengetahuan yang penting (dan juga prestisius) untuk dipelajari. Kesadaran pentingnya menguasai ajaran Islam untuk membimbing masyarakat dalam beribadah, mendorong beberapa tokoh agama di XIII Koto Kampar untuk menuntut ilmu agama langsung ke tempat asalnya di tanah Arab. Beberapa tokoh yang disebut-sebut sebagai lulusan Mekkah adalah Syeh Abdurrahman (diperkirakan kembali dari Mekkah pada tahun 1810), Syeh Abu Bakar (meninggal tahun 1943, diperkirakan usia 80an tahun) serta Syeh Ja’far (Meninggal tahun 1951, diperkirakan usia 80an tahun). Syeh pertama adalah seorang putera kebanggaan Negeri Tanjung Alai, sedangkan Syeh ke dua dan ketiga lahir dan wafat di Negeri Pulau Gadang. Ada beberapa tokoh agama lain yang turut mengembangkan ajaran Islam di wilayah XIII Koto Kampar, tetapi hanya tiga syeh ini yang dihubung-hubungkan dengan pelaksanaan KotikAdat di Kenegerian Pulau Gadang, Tanjung Alai dan Tanjung Pauh.

Hingga penelitian ini selesai dilaksanakan, belum ditemukan data akurat mengenai siapa dari ketiga Syeh tersebut yang menjadi pencetus Kotik adat untuk pertama kalinya, siapa kotik adat pertama dan tahun berapa ia dinobatkan belum dapat diketahui. Menurut Kotik Makmur (64 Tahun), meskipun ia merasa ragu, naskah kotik adat yang dipakai sekarang awalnya ditulis oleh Engku Imam H. Jamaluddin yang pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan mempelajari ilmu agama. Kotik Makmur sendiri tidak mengetahui tahun berapa Engku Imam Jamaluddin tersebut kembali dari Mekkah. Kotik adat tertua yang dikenal Kotik Makmur adalah Kotik Naro yang dinobatkan sebagai kotik adat pada tahun 1920. Menurutnya, Kotik Naro mengetahui dengan baik sejarah asal mula pelaksanaan upacara kotik adat, namun beliau telah meninggal dunia.

Berbeda dengan Kotik Makmur, Kotik Bosou mengatakan ada dua pendapat mengenai asal mula upacara kotik adat. Pertama, sebagian tokoh agama dan adat di Pulau Godang percaya bahwa teks khutbah berbahasa Arab yang dibaca pada saat penobatan seorang kotik adat, dibawa oleh syeh Abdurrahman dari Mekkah tahun 1810 atau sekitar sepuluh tahun pertama dalam abad ke 19 Masehi. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa Teks khutbah adat tersebut berkemungkinan ditulis oleh Syeh Abubakar ketika ia menunaikan haji. Sewaktu menunaikan ibadah haji, Syeh Abubakar berkesempatan memperdalam ajaran Islam serta mempelajari bahasa Arab. Saat kembali ke Pulau Godang, Syeh Abubakar membawa Teks khutbah yang ditulis dalam bahasa Arab. Kotik Bosou mengatakan jubah yang ia kenakan dan Teks yang ia baca pada waktu penobatan kotik adat adalah teks milik Syeh Abubakar. Teks tersebut (baik yang dibawa oleh Syeh Abdurrahman maupun Syeh Abubakar) sebenarnya adalah teks khutbah Idul Fitri, tetapi kemudian dijadikan sebagai teks suci, dan kemampuan menguasai irama membaca teks tersebut dijadikan syarat untuk dinobatkan sebagai seorang kotik adat.

Teks khutbah adat berkemungkinan dibawa atau ditulis oleh ke tiga Syeh tersebut di atas, karena ketiganya sama-sama mampu berbahasa Arab. Pada masa hidupnya, ketiga Syeh tersebut giat melaksanakan kegiatan syi’ar Islam, dan berupaya memurnikan ajaran Islam yang pada masa masih itu dipengaruhi oleh tradisi lokal. Upaya Syeh Abdurrahman dalam memurnikan ajaran Islam berkemungkinan berlangsung dalam masa yang hampir sama dengan puritansi ajaran Islam di Minangkabau oleh tiga orang Haji yang pulang dari Mekkah . Upaya puritansi ajaran islam di Pulau Godang pada masa itu sepertinya mengalami kendala, diantaranya tentangan dari kaum adat dan kurangnya guru mengaji (guru agama) yang dapat membantu Syeh dalam menyebarkan Islam. Agar pihak adat dapat kembali memurnikan ajaran Islam secara bertahap, dibuatlah satu perangkat/petugas adat yang mengurusi urusan peribadatan sesuai ajaran Islam dan diberi gelar kotik adat. Tujuan jangka panjangnya adalah bertambahnya jumlah ulama dan seluruh kegiatan adat dapat dikawal oleh para kotik adat sehingga tidak ada lagi tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Sejarah kotik adat demikian masih sangat lemah, karena sesungguhnya sangat mungkin gelar kotik adat telah ada sejak diterapkannya sistem pemerintahan Tali bapilin Tigo pada paruh ke dua abad ke 17. Meskipun tidak diketahui tokoh agama yang giat menyebarkan ajara Islam di Pulau Godang pada tahun tersebut, namun tetap ada kemungkinan masyarakat Pulau Godang telah lama mengenal gelar kotik adat sebagai wujud nyata dipakainya sistem pemerintahan Tali Bapilin Tigo yang mensyaratkan keterlibatan tokoh agama dalam pemerintahan. Akhirnya, hingga tulisan ini selesai kita hanya dapat membuat beberapa perkiraan. Beberapa versi sejarah asal mula kotik adat yang disampaikan tokoh adat di Pulau Godang masih perlu ditelusuri lebih lanjut.


Pelaksanaan Upacara Kotik Adat

Bagi orang Ocu di Pulau Godang, upacara kotik adat merupakan suatu upacara yang penting dan sakral, karena di dalamnya terdapat dua aspek yaitu adat dan agama. Melaksanakan kotik adat berarti melestarikan adat dan sekaligus mempertebal iman keagamaan. Karena merupakan suatu upacara yang penting, maka pelaksanaanya harus dilakukan dengan persiapan yang matang serta melibatkan orang-orang penting di dalam suku dan nogori. Dalam suatu upacara penobatan kotik adat ini, hanya satu calon kotik yang boleh dinobatkan. Jika terdapat dua atau lebih calon kotik adat, maka upacara penobatan dilakukan pada waktu atau tempat yang berbeda.

Kotik Bosou mengatakan pada zaman dahulu upacara penobatan kotik adat dilaksanakan sebagai upacara tersendiri dan biasanya dilaksanakan pada hari pertama di bulan Syawal setelah sholat dzuhur. Dalam perkembangannya saat ini, upacara kotik adat selalu disejalankan dengan acara halal bihalal dusun atau nogori. Halal bihalal adalah suatu acara yang dilaksanakan di awal bulan Syawal, dalam suasana hari raya idul fitri, sebagai wujud suka cita setelah melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Halal bihalal ini ditujukan sebagai media silaturahmi antara anak kemenakan dengan orang tua dan ninik mamak. Dalam acara itu semua warga persukuan, dusun atau nogori diundang menghadiri acara yang biasanya dilaksanakan di Surau Pasukuan atau mesjid nogori. Halal bihalal diisi dengan acara saling memaafkan dan ditutup dengan makan bersama. Hidangan yang disajikan dalam acara ini bukan makanan pokok seperti nasi, tetapi makanan ringan terdiri dari beragam jenis kue dan dilengkapi dengan minuman kopi serta teh.

Menggabungkan upacara kotik adat dengan acara halal bihalal bukan berarti mengecilkan makna atau hilangnya signifikansi upacara kotik adat, penggabungan acara tersebut dipandang lebih efisien, dan lebih mudah dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan halal bihalal tidak harus selalu disejalankan dengan penobatan kotik adat, apabila pada masa itu tidak ada pemuda atau anak laki-laki yang memenuhi syarat untuk dinobatkan sebagai kotik adat, maka upacara penobatan kotik adat tidak dilaksanakan, atau diganti dengan penampilan kotik hiburan.

Sebagian informan menilai absennya upacara penobatan kotik adat merupakan hal yang wajar dan biasa saja terjadi, karena tidak semua orang memenuhi syarat sebagai seorang kotik adat. Sebaliknya, ada pendapat lain yang mengatakan idealnya setiap tahun harus ada seorang kotik adat yang dinobatkan, hal ini dimaksudkan demi kelancaran pelaksanaan kegiatan ibadah. Jika dibiarkan, maka dimasa yang akan datang nogori Pulau Godang akan kehilangan ulama dan guru mengaji.

Kotik adat hiburan adalah istilah masyarakat setempat untuk menyebutkan pembacaan khutbah adat oleh seseorang yang telah dinobatkan menjadi kotik adat dan dinilai memiliki suara yang merdu. Kotik adat tersebut diminta membacakan khutbah sebagai hiburan bagi masyarakat. Ongku Datuok mengatakan, dahulu (khususnya antara tahun 1950 s.d 1970an), pelaksanaan kotik adat merupakan hiburan bagi masyarakat Pulau Godang, baik yang berdomisili di kampung maupun yang tinggal di daerah perantauan. Saat ini kotik hiburan juga ditampilkan dalam pelaksanaan kotik adat yang dihadiri oleh pejabat daerah. Pembacaan khutbah adat oleh kotik “penghibur” ini tidak menghilangkan niai suci dan sakral teks tersebut, karena hiburan yang disajikan adalah suatu tembang religius.

Persiapan pelaksanaan upacara penobatan kotik adat telah dilaksanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Persiapan tersebut meliputi pemilihan calon kotik adat, maimbau soko, melatih calon kotik adat, persiapan keluarga calon kotik hingga mempersiapkan mesjid / musholla sebagai tempat pelaksanaan upacara penobatan kotik adat. Pemilihan bakal calon kotik adat biasanya telah dimulai satu atau dua bulan sebelum pelaksanaan upacara penobatan. Hal ini sengaja dilakukan karena calon kotik membutuhkan waktu untuk mempelajari irama membaca teks khutbah adat. Pemilihan tersebut sebenarnya telah berlangsung lebih lama dari itu. Biasanya para pemuda yang menjadi panitia acara telah memantau setiap laki-laki dari dusun mereka yang pantas diajukan sebagai bakal calon kotik adat. Si calon diperhatikan gerak geriknya, akhlak dan tingkah lakunya dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu diperhatikan juga ketaatan dalam beribadah dan ilmu agama yang dimiliki. Untuk mengetahui hal itu panitia memanfaatkan informasi dari teman sebaya atau warga di sekitar rumah si bakal calon. Adapun dalam pemantauan/pemilihan tersebut, panitia harus mengikuti syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dinobatkan sebagai kotik adat, sebagaimana diungkapkan oleh informan berikut : “untuk menjadi seorang kotik adat, harus dipenuhi beberapa syarat yaitu : tidak pernah melakukan perbuatan tercela, taat beribadah, sudah pernah menamatkan bacaan AlQur’an (khatam Al-Qur’an), merupakan kader potensial untuk menjadi ulama di dalam suku dan nogori. Untuk menjadi kotik adat tidak adat syarat umur tertentu”. (Kotik Makmur, wawancara tanggal 19 September 2011).

Pemilihan oleh panitia merupakan tahap awal, selanjutnya panitia harus menyampaikan bakal-bakal calon yang mereka pilih kepada tokoh agama dan ninik mamak suku si bakal calon kotik adat, karena penentuan bakal calon kotik adat menjadi calon kotik adat tidak berada ditangan panitia, melainkan diputuskan oleh ninik mamak suku dan nogori, dengan mempertimbangkan kesediaan pemuda yang ditunjuk. Pengajuan bakal calon tersebut biasanya dilakukan tanpa sepengetahuan pemuda yang dipilih. Setelah panitia mendapatkan masukan dari tokoh agama (biasanya adalah guru mengaji si bakal calon yang akan diajukan) dan persetujuan dari ninik mamak suku, barulah panitia mendatangi si bakal calon kotik adat beserta orang tuanya. Biasanya orang tua si pemuda langsung menyetujui dan mendukung anaknya untuk menjadi seorang kotika adat. Jika si pemuda yang dipilih bersedia, maka orang tuanya menemui ninik mamak suku untuk menyampaikan maksud dari panitia kotik adat, dan sekaligus meminta diadakannya acara maimbau soko.

Maimbau soko, adalah suatu tahapan persiapan dimana orang tua, ninik mamak dan anggota keluarga matrilineal calon kotik berkumpul di rumah soko atau di rumah calon kotik untuk memberitahukan kepada warga persukuan bahwa anak laki-laki mereka akan mengikuti penobatan kotik adat. Dalam kesempatan itu juga dibicarakan berbagai persiapan yang diperlukan seperti persiapan jambau ponuo, persiapan acara mambukak jambau serta guru yang akan mengajar calon kotik membaca teks khutbah adat. Beberapa hari setelah maimbau soko, ninik mamak suku akan mengadakan pertemuan dengan ninik mamak nogori yang terdiri dari ninik mamak dari setiap suku yang ada di Pulau Godang. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyampaikan kepada ninik mamak suku lain dalam nogori bahwa pemuda yang telah dipilih akan mengikuti upacara penobatan kotik adat. Pemberitahuan tersebut bertujuan suku lain yang hendak melakukan upacara penobatan kotik adat dapat mengatur pelaksanaan agar upacara agar sama-sama berjalan lancar. Selain itu, ninik mamak suku yang bersangkutan juga mengharapkan masukan (berupa penilaian akhlak) dari ninik mamak suku lain terhadap calon kotik adat dari suku mereka. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa calon kotik adat yang akan dinobatkan akan diterima oleh suku lain dalam aktivitas keagamaan dalam nogori Pulau Godang. Jika ninik mamak suku lain memberikan “penilaian buruk” kepada calon kotik adat, dikarenakan si calon kotik memiliki akhlak yang tidak terpuji, maka ninik mamak suku yang bersangkutan akan mempertimbangkan kembali anak kemenakan mereka yang akan dinobatkan sebagai kotik adat.

 Setelah ninik mamak nogori menyetujui upacara penobatan kotik adat tersebut, selanjutnya ninik mamak suku atau seseorang yang dituakan dalam kaum si calon kotik adat mencari seorang guru yang akan mengajarkan si calon kotik irama membaca teks khutbah adat. Memilih guru kotik adat dilakukan dengan teliti, karena kualitas guru menentukan kualitas si calon kotik. Orang yang ditunjuk menjadi guru membaca khutbah adat adalah seorang kotik adat yang diakui keindahan suaranya dan kemampuannya dalam menguasai irama pembacaan khutbah adat yang sedikit berbeda dengan membaca Al-Qur’an. Salah seorang informan mengatakan, mencari guru mengaji lebih mudah dari pada mencari guru seni membaca teks khutbah adat. Saat ini kotik adat yang dinilai pantas menjadi guru kotik adat semakin sedikit, di Pulau Godang terdapat beberapa orang guru kotik adat yaitu : Kotik Makmur, Kotik Bosou, Ongku Tonang, Khotib Solio serta Khotib Bagindo. Menurut infoman, ke lima guru kotik adat tersebut memiliki ciri khas tersendiri dalam membacakan khutbah adat. Ada yang berciri khas irama kencang, dan ada pula yang membacakan khutbah dengan irama yang pelan dan mendayu dayu.

 Kotik Makmur mengatakan, meskipun khutbah adat banyak berisi ayat Al-Qur’an dan hadis nabi serta masih mengikuti tartil pembacaan Al-Qur’an, namun membaca teks khutbah adat memiliki sedikit perbedaan dalam hal seni ataupun irama. Menurutnya seni membaca khutbah adat disebut seni Hirab yang diambil dari seni membaca Al-Qur’an yang berkembang di Turki. Kotik Makmur terkenal dengan seni bacaannya yang mendayu-dayu, sehingga dengan seni membaca yang demikian ia membutuhkan waktu sekitar 90 menit untuk membaca teks khutbah adat sampai selesai.

 Setelah guru yang dipilih bersedia mengajar si calon kotik adat, maka mulailah si calon kotik belajar seni membaca khutbah adat. Belajar tatap muka biasanya dilakukan malam hari selesai sholat isya di rumah sang guru. Tidak ada syarat materi tertentu yang diberlakukan oleh sang guru, yang paling penting adalah kesungguhan dan kedisiplinan calon kotik adat. zaman dahulu, calon kotik belajar seni membaca khutbah adat antara 1 sampai 2 bulan, namun sekarang banyak calon kotik adat yang hanya berlatih sekitar 20 hari menjelang penobatan. Kotik Bosou mengatakan perubahan ini dikarenakan para pemuda sekarang sudah tidak memahami pentingnya seni membaca khutbah yang tepat dan indah. Padahal kualitas keindahan seni menjadi point utama penilaian masyarakat terhadap kotik adat yang sedang berkhutbah. Makin indah bacaan khutbah, semakin baik penilaian terhadapnya.

 Kemeriahan persiapan acara halal bihalal dan Upacara Kotik adat semakin terasa ketika memasuki hari ke 16 Ramadhan. Panitia, calon kotik adat, guru, keluarga dan warga suku sibuk mempersiapkan segala kebutuhan upacara seperti mencari kelengkapan pakaian kotik adat, membersihkan dan menghiasi lingkungan mushollah / mesjid sebagai tempat upacara, mempersiapkan bahan pangan serta membuat hiasan mimbar untuk berkhutbah. Mimbar dihiasi dengan berbagai motif hias yang dibuat dari beberapa jenis kertas hias, manik-manik dan dilengkapi dengan lampu hias warna-warni. Hiasan mimbar dimaksudkan sebagai ungkapan kebesaran hati masyarakat Pulau Godang dengan lahirnya seorang kotik adat yang baru. Kotik adat diharapkan dapat membawa cahaya iman bagi kehidupan masyarakat di Pulau Godang.

Di pekarangan mesjid/musholla dibuat sebuah gaba-gaba (gapura) yang berfungsi sebagai pintu masuk sekaligus tempat menggantungkan nama-nama donator yang akan memberikan sumbangan. Gaba-gaba tersebut memiliki bentuk yang khas. Tepat di atas tiang penyangga dibuat motif berbentuk atap rumah adat dan ditengahnya dibuat motif kubah mesjid dan bagian puncak dilengkapi dengan motif bulan dan bintang. Motif-motif ini dibuat dari bambu dan daun kelapa yang masih muda. Rumah adat jelas merupakan simbol adat, sedangkan kubah merupakan simbol syariat Islam. Motif-motif tersebut menunjukkan bahwa gaba-gaba merupakan simbol dari falsafah “adat basondi syarak, syarak basondi kitabullah”. Gaba-gaba bermakna bahwa tanpa agama adat akan hancur, sedangkan ajaran agama lebih mudah disebarkan melalui pendekatan adat-istiadat. Bagi orang Ocu di Pulau Godang, pintu masuk manusia menuju kehidupan ideal di dunia dan keselamatan di akhirat adalah adat-istiadat yang berlandaskan pada syariat Islam.

Gema takbir berkumandang di pelosok nogori Pulau Godang yang menandakan hari pelaksanaan upacara kotik adat telah tiba. Halal bihalal dan kotik adat biasanya dilaksanakan hari kedua Idul fitri. Pada hari yang telah ditetapkan sebagai pelaksanaan kotik adat masyarakat dusun dan nogori tumpah ruah di lokasi penobatan kotik adat. Pagi-pagi sekali calon kotik adat yang akan dinobatkan telah mempersiapkan diri. Calon kotik adat mengenakan pakaian kebesaran yang biasanya didampingi oleh mamak soko (seorang laki-laki yang dituakan di dalam suku). Pakaian kebesaran kotik adat terdiri dari sehelai jubah panjang hingga menutupi mata kaki (didalamnya memakai celana panjang dan baju kaus putih), kain samiri yang melingkar di pundak serta sorban putih yang dililitkan pada kupiah tarobus sebagai penutup kepala. Selain kupiah tarobus, sering juga digunakan sebuah sorban yang dikenal dengan sebutan sorban egel untuk menutupi kepala. Kain sorban yang berwarna putih bermakna ketulusan, kesucian hati dan diri calon kotik adat dalam menjalankan tugas sebagai seorang kotik adat. Kotik Bosou mengatakan bahwa kupiah tarobus sulit dicari ditanah air karena dibawa langsung dari Turki. Karena kelangkaan kupiah tarobus, para calon kotik adat diperbolehkan memakai sorban dengan melilitkannya pada kupiah berwarna putih (kupiah haji). Jika ingin lebih praktis, calon kotik adat juga diperkenankan hanya menutup kepala dengan kain samiri yang diikat dengan pengikat kepala berwarna hitam. Meskipun mengalami penyesuaian dengan kondisi saat ini, namun nuansa budaya Arab tetap ditonjolkan dalam pakaian kebesaran kotik adat. Ciri khas pakaian bergaya Arab sengaja ditonjolkan karena diyakini sebagai gaya berpakaian Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Bagi orang Ocu di Pulau Godang, gaya berpakaian demikian (jubah, sorban / kain samiri) tidak boleh dipakai oleh orang yang akhlaknya tidak baik, atau orang yang masih belum teguh imannya sehingga tidak mampu mempertahankan ibadahnya dengan baik. Oleh karena itu di Pulau Godang, jubah dan sorban hanya lazim dipakai oleh ulama-ulama besar yang telah mengikuti suluk atau dipakai saat dinobatkan menjadi seorang kotika adat.

Bapak Awar Junalis mengatakan : dulu (kira-kira sebelum tahun 1990an) pada saat mengenakan pakaian kebesaran, sebagian calon kotik adat ada yang menggunakan pitunang suaro yaitu suatu obat tradisional yang disertai dengan do’a/mantera tertentu agar bacaan khutbah si calon kotik terdengar merdu. Pitunang suaro tidak hanya berfungsi sebagai penjernih suara, tetapi juga menjadi pelindung diri / penangkal apabila ada orang-orang yang memiliki kemampuan gaib dan berniat “membungkam” mulut si calon kotik adat, yang menyebabkan ia tidak mampu menyelesaikan bacaan khutbah adat atau irama yang dilantunkan menjadi tidak enak didengar. Sebagian informan yang merupakan sesepuh kotik adat, tidak (enggan) mengakui penggunaan pitunang suaro dalam upacara penobatan kotik adat, dikarenakan telah munculnya kesadaran bahwa masih banyak bentuk-bentuk tradisi yang bertentangan dengan Syariat Islam, dan karenanya menjadi tugas kotik adat untuk meluruskan tradisi tersebut agar kembali pada syariat Islam.

 Setelah calon kotik mengenakan pakaian kebesaran, pihak keluarga menjamu para tetangga, grup rebana laki-laki, dan seluruh anggota suku yang hadir dirumah calon kotik pada pagi hari itu untuk makan pagi bersama. Pihak keluarga menyajikan hidangan berupa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Setelah selesai makan bersama, calon kotik diarak bersama-sama menuju tempat pelaksanaan upacara penobatan kotik adat. Calon kotik adat diarak memakai payung bubu, yaitu payung berukuran besar dengan hiasan warna-warni dan tirai. Warna payung disesuaikan dengan warna tonggue (bendera) suku. Payung putih untuk suku petopang, merah untuk suku melayu, hitam untuk suku domo dan warna kuning untuk suku piliang. Dalam arak-arakan tersebut ikut serta orang tua calon kotik adat, ninik mamak suku, guru seni membaca khutbah, anggota keluarga luas dari keturunan Ibu dan Ayah, tetangga, panitia acara halal bihalal serta dimeriahkan oleh kelopok rebana laki-laki. Jalur yang dilalui arak-arakan biasanya diatur agar masyarakat dusun dan nogori mengetahui calon kotik adat yang akan dinobatkan.

Dalam arak-arakan tersebut kakak ipar, induok bako, bini mamak, etek-etek dan saudara sesuku si calon kotik adat membawa jambau penganak dan jambau ponuo yang akan dihidangkan dalam acara penobatan. Jambau ponuo yang dibawa sedikitnya berjumlah tiga buah, makin banyak jambau ponuo semakin tinggi prestise keluarga kotik adat yang dinobatkan. Jumlah jambau penganak disesuaikan dengan perkiraan jumlah peserta yang akan menghadiri upacara tersebut. Jambau ponuo untuk upacara kotik adat sedikitnya harus berisi 40 piring makanan, dan biasanya paling banyak berjumlah 100 piring. Piring-piring tersebut berisi makanan yang menjadi tradisi makanan cemilan masyarakat disana seperti galopuong, wajik, kue Loyang, kue sopik, kalamai, puluik, pisang, lopek bugi, lomang, dadar serta berbagai macam kue basah lainnya. Jambau penganak atau juga disebut jambau kociok berukuran lebih kecil dari jambau ponuo. Jambau penganak biasanya berisi 15-20 piring makanan cemilan. Kedua jambau ini berbeda menurut fungsinya, jambau penganak dihidangkan pada acara penobatan kotik adat, sedangkan jambau ponuo dihidangkan dalam prosesi mambukak jambau yang biasanya dilaksanakan satu hari setelah penobatan sang kotik adat.

Setelah diarak, dan calon kotik adat telah tiba di tempat upacara, calon kotik adat beserta pengiringnya disambut dengan penampilan pencak silat. Menurut informan, penampilan pencak silat dalam penyambutan ini tidak dipersiapkan terlebih dahulu. Penampilan pencak silat merupakan pertunjukan improvisasi para pendekar yang ingin menunjukkan kemahiran mereka. Meskipun dilakukan tanpa persiapan, semua pesilat tetap menjaga tingkah-laku mereka untuk mencegah timbulnya perkelahian serius.

Selesai penampilan pencak silat dilanjutkan dengan gunting pita. Informan mengatakan gunting pita merupakan rangkaian yang baru beberapa tahun belakangan ditambahkan dalam prosesi upacara kotik adat atau acara halal bihalal. Pita-pita yang digantungkan di gaba-gaba tidak boleh digunting oleh sembarang orang, karena bersama dengan pita-pita tersebut digantungkan selembar kartas bertuliskan jumlah uang nama anak dan nama donator yang telah menyatakan kesediaannya pada waktu penggalangan dana yang dilakukan oleh panitia. Informan mengatakan bahwa dana yang dikumpulkan dimanfaatkan untuk pelaksanaan upacara kotik adat atau untuk membantu pembangunan fasilitas umum di kampung mereka.

Setelah semua pita digunting, calon kotik adat, pemangku adat, perangkat desa serta semua peserta memasuki mesjid atau surau tempat pelaksanaan upacara penobatan kotik adat. Di dalam mesjid, kotik adat duduk di depan mimbar mesjid didampingi oleh gurunya. Sebelah kanan calon kotik adat hingga kebelakang mimbar biasanya ditempati oleh Kepala Desa dan kepala lembaga tingi desa. Disebelah kanan mimbar bagian belakang ditempati oleh penghulu dan perangkat adat dari suku si calon kotik adat. bagian depan sebelah kiri mesjid ditempati oleh ninik mamak suku lain dalam nogori. Bagian tengah depan ruangan mesjid hingga batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum laki-laki (orang tua di depan, remaja dan anak-anak di belakang). Bagian tengah dibelakang batas syaf laki-laki merupakan posisi duduk kaum perempuan (orang tua di depan remaja dan anak-anak di belakang).

 Setelah semua duduk di dalam mesjid, prosesi upacara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh salah seorang qori/qoriah yang telah ditunjuk. Selanjutnya penyampaian kata sambutan sekaligus nasehat kepada calon kotik adat yang akan dinobatkan, dari tokoh agama, ninik mamak suku si calon kotik dan Kepala Desa. Setelah kata sambutan, seseorang yang bertindak sebagai belal, biasanya adalah guru calon kotik yang akan berkhutbah, mengumandangkan himbauan (dalam bahasa Arab) mengajak hadirin untuk dengan hikmad mendengarkan khutbah adat. Selanjutnya calon kotik adat langsung naik mimbar dan membacakan khutbah adat dengan irama yang telah ia pelajari. Pembacaan khutbah adat berlangsung selama 40 – 90 menit, tergantung seni atau irama yang dibawakan si kotik.


Khutbah adat berbahasa Arab ini tidak dipahami artinya secara detail oleh masyarakat Nogori Pulau Godang. Bahkan salah seorang guru kotik adat mengakui bahwa ia tidak memahami arti khutbah berbahasa Arab tersebut secara detil karena tidak menguasai bahasa Arab. Menurutnya secara garis besar teks khutbah adat berisi ajaran Islam mengenai ibadah puasa di bulan Ramadhan, zakat, ketakwaan kepada Allah serta perbuatan amal sholeh. Meskipun tidak memahami arti khutbah adat, masyarakat nogori Pulau Godang tidak kehilangan maknanya. Justru dalam ketidak tahuan tersebut keyakinan terhadap kesakralan dan kesucian teks khutbah adat dapat terus bertahan. Pada awalnya naskah kotik adat dibuat untuk dibacakan pada khutbah Idul Fitri. Karena jemaah di Pulau Godang tidak mengerti arti khutbah yang disampaikan, maka khutbah idul fitri disampaikan dalam bahasa Ocu atau bahasa Indonesa, sedangkan teks berbahasa Arab dijadikan sebagai teks khutbah adat.



Teks khutbah adat setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia[1], berbunyi :
KHUTBAH IDUL FITRI DASKUWAH MASJID
AKU BERLINDUNG KEPADA ALLAH DARI GODAAN SYETAN YANG TERKUTUK
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG


Allahu akbar 6x,pemilik kemuliaan
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam,Allah maha besar 3x, segala puji bagi Allah yang memiliki karunia dan nikmat, yang menutup mengakhiri untuk orang beriman bulan puasa,dan setelah menyempurnakannya dengan idul fitri. Sebagai pemeliharaan bagi yang dekat  dan yang jauh. Terpuji dan mulialah antara dua  ‘id. Penguasa darat dan laut. Yang telah mensyariatkan dua hari raya untuk orang islam  sebagai  kesucian dan kegembiraan.


Dan kita bersakisi bahwa tiada tuhan selain Allah yang maha esa tiada sekutu baginya,yang telah menjadikan dua hari raya bagi umat islam sebagai syiar islam, yang merupakan diantara suasana yang sangat agung. Dan kita bersaksi bahwa muhammad itu adalah hamba dan utusannya,yang telah memerintahkan kita untuk melaksanakan jumat dan dua hari raya. Yang merupakan hari kemenangan bagi ummat islam ,shalawat untuk muhammad dan keluarganya. Yang terjadi  suatu bulan dan hilal.dan keagungannya  dengan seagung agungnya,dan keselamatan yang banyak.. wahai manusia,bertakwalah kepada allah wahai sekalian kaum muslimin dan semua orang beriman. Sungguh telah diturunkan untukmu hari raya, hari yang memiliki banyak kemuliaan. Yang merupakan penjagaan bagi kamu dari Allah yang maha mulia,maka dia sangat mengagungkannya. Hari dimana Allah halalkan bagimu makanan,dan diharamkan bagimu berpuasa. Hari yang Allah besarkan kemuliaan nya, dan dipanjangkan keberkatan . siapa yang mengagungkannya,maka akan di muliakan keadaannya,dan siapa yang berbuat baik waktu itu,akan diterima amal kebaikannya. Tidaklah seseorang yang memmohon waktu itu,kecuali akan dikabulkan permmintaannya. Dia merupakan hari doa dan dikabulkan. Nabi muhammad bersabda,bahwa  “keluarkanlah zakat fitrah dari laki laki dan perempuan. Orang merdeka maupun budak, anak anak atau orang tua,satu sak dari biji bijian atau satu sak dari kurma. Atau satu sak dari beras. Atau satu sak dari dzabib,  atau satu sak dari buah buahan.dari orang kaya kepada orang miskin diantara kamu. Yang merupakan ajaran, dan syariat,yang menjadi kifarat dari dosa dosa kamu.


Bersabda nabi Shallahu alaihi wasallam, siapa yang puasa dibulan ramadan,kemudian dia belum menunaikan zakat fitrah, maka puasanya melayang layang antara langit dan bumi. Nabi juga bersabda, siapa yang puasa di bulan Ramadhan, kemudian dia mengiringi enam hari di bulan Syawal, maka dia seolah berpuasa setahun penuh, semoga Allah menjadikan kita semua termasuk  orang yang beruntung. Ameen.dan semoga Allah akan masukkan kita menjadi hambanya yang shaleh. Sesungguhnya sebaik dan seagung perkataan adalah perkataan Allah sebagai penguasa alam yang mulia lagi maha tinggi.dan Allah berfirman, bahwa apabila dibacakan Alquran,maka dengarkanlah, dan diamlah,agar kamu dirahmati. Allah berfirman. Maka apabila kamu membaca Alquran,maka  berlindunglah kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk. Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk, siapa yang datang dengan sebuah kebaikan,maka baginya sepuluh pahala serupa, dan siapa yang datang dengan hal yang buruk,maka dia tidak dibalasi kecuali semisal yang dia bawa.sedangkan mereka tidak dizhalimi. Dan siapa saja yang menyeru bersama Allah tuhan yang lain, sementara dia tidak mampu mendatangkan bukti, maka balasannya  disisi Allah, dan Allah tidak akan memberikan kemenangan kepada orang yang kafir. Dan ucapkanlah, wahai tuhan, ampuni dan rahmati kami,sesungguhnya engkaulah sebaik baik pemberi rahmat.Allahu Akbar 3x,segala puji untuk Allah pujian yang tinggi lagi banyak.dan kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, yang maha esa, yang tidak ada berserikat baginya. Dan kami berasaksi bahwa muhammad itu adalah hambanya dan utusannya.siraajan munira. Bershalawat kepada nabi muhammad dan kepada keluarganya,dan keselamatan yang banyak.  


Wahai sekalian manusia, bertakwalah kamu kepada Allah dan jadilah kamu kepada kebaikan dekat dekat, dan  dan jauh dari keburukan, dan jangan berlebihan padanya.Agar diuji dan dicobai kedudukan yang bertambah. 


Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada nabi, wahai orang orang yang beriman, bershalawatlah kepada nabi . maka Allah akan meng ijabah setiap doa kamu apabila kamu berdoa,  ya allah sampaikanlah shalawat dan salam kepada nabi muhammad ketika badr dan hunain, ya Allah sampaikanlah shalawat dan salam kepada nabi muhammad dan keluarganya, ya Allah sampaikanlah shalawat dan salam kepada nabi muhammad kakeknya hasan dan husein, ya  Allah sampaikanlah salawat dan salam kepada nabi muhammad yang telah membelah bulan menjadi dua bahagian. Ya Allah sampaikanlah shalawat dan salam kepada nabi muhammad sebagai pemberi syafaat kepada ummat  dihadapan zat yang mulia lagi maha tinggi. Dan kepada para sahabat yang terpilih diantra muhajirin dan anshar.dan kepada semua sahabat beliau setelahnya ,abu bakar, umar alfaruq,usman dzunnurain,  dan untuk ali radhiallahu anhu.dan untuk hasan dan husein, dan untuk kedua orang pamannya yang mulia lagi terpuji hamzah dan abbas. Dan untuk para sahabat yang lain,dan tabiin yang selalu dalam kebenaran sampai hari akhir. Dengan segala rahmat engkau wahai sang pemberi rahmat.


Ya Allah, baikkanlah ummat diantara kami,dan pemimpin kami, dan hakim hakim diantara kami,dan ulama ulama diantara kami,  dan ahli fikih ,dan orang yang bekerja untuk kemaslahatan orang laen.dan jadikanlah kami orang yang diberi petunjuk. Ya allah, kalahkanlah musuh musuh agama,dan satukan hati kaum muslimin. 


Ya allah ampunilah orang muslimin dan muslimat,mukminin dan mukminat,yang hidup dan yang mati,sesugguhnya engkau yang menjawab doa doa,ya allah,berikanlah kami keselamatan kepada kami dan untuk orang orang yang haji,dan orang yang berjalan dan musafir didarat dan laut,daripada orang muslimin dari ummat muhammad semuanya, sesungguhnya engkau atas segala sesuatunya berkuasa.


Wahai sebaik baik pelindung dan penolong, jauhkanlah kami dari segala yang buruk,yang merusak, yang akan membuat mudharat, yang menyakiti, yang akan mencelakakan baik yang nampak atau yang tersembunyi terkhusus untuk kampung kami ini.dan negeri negeri kaum muslimin lainnya. Sesungguhnya engkau berkuasa atas segala sesuatu..wahai tuhan kami,ampuni  dosa dosa kami dan dosa orang yang beriman yang telah mendahului kami. Dan jangan engkau jadikan hati kami terpecah diantara orang orang yang beriman. Sesungguhnya engkau maha pengampun lagi penyantun. Dengan rahmatmu ya rahman ya rahim, 


Ibadallah,sesungguhnya Allah menyuruh untuk berbuat adil dan berbuat baik kepada karib kerabatdan melarang  dari pekerjaan keji dan mungkar,ini sebagai peringatan untukmu agar kamu mengingatnya. Maka ingatlah Allah yang maha besardan menyebut akannya, dan bersyukur terhadap semua nikmatnya.maka dia akan menambahi .dan sebutlah nama Allah yang maha besar.
****


Menurut Kotik Makmur, pembacaan khutbah adat dibagi dalam dua khutbah sebagaimana khutbah sholat jum’at. Pada khutbah pertama kotik adat membaca 7 kali takbir, dilanjutkan dengan bacaan dan kemudian membaca 9  kali takbir sebagai tanda berakhirnya khutbah pertama. Dalam jeda waktu tersebut belal membacakan do’a diantara dua khutbah. Selesai pembacaan do’a kotik melanjutkan khutbah yang  kedua sampai selesai. Selesai khutbah kedua dilanjutkan dengan pembacaan do’a penutup khutbah oleh belal atau seorang kotik adat yang memiliki suara merdu demi terpaianya kekhusu’an. Do’a penutup ini bernama do’a batu haji dan berisi permohonan keselamatan, kesejahteraan, ketaatan, dan hidayah bagi seluruh warga suku dan nogori Pulau Godang. Disebut sebagai do’a batu haji karena dalam do’a tersebut terdapat lafal yang berbunyi “batu haji ka’batullah kabilat alam”. Yang dimaksud dengan batu haji disiini adalah ka’bah yang diyakini sebagai kiblat terbaik bagi umat seluruh alam.


Setelah pembacaan do’a selesai, ninik mamak dari calon kotik adat beserta sijora sukunya berunding sebentar untuk menentukan gelar kotik adat yang akan diberikan. Perundingan ini diperlukan karena masyarakat Nogori Pulau Godang mengenal dua jenis gelar kotik adat. Pertama adalah  gelar kotik kebesaran suku, yaitu gelar kotik yang dimiliki oleh suatu suku dan tidak boleh dipakai oleh suku lain. Gelar kotik adat kebesaran suku diwariskan menurut aturan botuong tumbuo di mato artinya diwariskan turun-temurun kepada laki-laki yang termasuk dalam garis keturunan matrilineal dari kaum pemilik gelar kotik tersebut. Gelar kotik adat kebesaran suku Domo adalah Majo Kotik dan Kotik Naro. Gelar kotik adat kebesaran suku Petopang adalah Kotik Malin dan Intan Kotik. Gelar kotik adat kebesaran suku Piliang adalah kotik Sutan dan Kotik Mudo. Gelar kebesaran kotik adat suku Melayu adalah Kotik Salio. Kedua, gelar kotik adat kebanyakan, yaitu gelar kotik adat yang boleh dipakai oleh siapa saja yang telah dinobatkan dalam upacara kotik adat. Contoh gelar kotik adat untuk orang kebanyakan adalah Kotik Medan, Kotik Palembang, Kotik Makmur, Kotik Bungsu, Kotik Amin, Kotik NAwir, Kotik Mukamin, Kotik Rahmat dan lain sebagainya.  Pemberian gelar kotik adat mengacu pada aturan :  



1.      Gelar kotik adat yang diberikan merupakan gelar kebesaran suku si calon kotik sendiri, bukan gelar kotik adat milik suku lain.
2.      Gelar yang diberikan tidak sedang dipakai oleh kotik yang lain
3.      Usang-usang diperbaharui, yaitu gelar kotik adat yang dipakai oleh seseorang namun masyarakat tidak mengakui gelar tersebut karena akhlak dan perbuatan yang kurang baik, atau tidak menjalankan tugasnya sebagai kotik adat, gelar tersebut boleh dilekatkan kepada kotik adat yang baru. Penobatan ini sekaligus sebagai pencabutan gelar kotik adat yang lama yang dianggap telah usang.
4.      Patah tumbuo hilang bagonti, yaitu gelar kotik adat yang telah meninggal dunia boleh dipakai oleh kotik adat yang baru.
Bukak baju lipatan baru, yaitu membuat gelar kotik adat yang baru untuk masyarakat umum. Dalam hal ini penentuan gelar mengacu kepada kebiasaan, ciri khas si kotik dan seni membaca khutbah yang dibawakan.


Setelah ninik mamak sepakat, gelar kotik adat langsung diumumkan oleh penghulu suku si kotik adat. Gelar kotik adat suku Domo diumumkan oleh Datuok Paduko Simarajo, suku Melayu diumumkan oleh Datuok Penghulu Bosou, suku Piliang diumumkan oleh Datuok Mongguong dan suku Petopang diumumkan oleh Datuok Paduko Rajo. Setelah pengumuman tersebut maka resmilah si calon kotik adat menjadi kotik adat dan berhak menyandang gelar kotik yang diberikan, sesuai ungkapan adat berbunyi : salembak salembai hiduik banagori, bakorong bakampuong, sokopisoko maimbau. Semua warga yang hadir dipersilahkan menikmati makanan yang disediakan di dalam jambau penganak, dan upacara penobatan kotik adat / halal bihalal ditutup dengan saling bersalaman sebagai ungkapan permohonan maaf atas segala kesalahan dan kehilafan yang telah diperbuat.


Malam hari berikutnya, dilakukan pembukaan jambau ponuo di rumah kotik adat yang baru dinobatkan. Selain sebagai rasa syukur atas kelancaran pembacaan khutbah dan penobatan gelar kotik, pembukaan jambau ponuo bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat nogori bahwa seorang pemuda dari keluarga mereka telah bergelar kotik. Oleh karena itu yang bersangkutan hendaknya dipanggil sesuai dengan gelar yang diberikan. Acara mambukak jambau ponuo boleh dilakukan satu malam saja dan boleh pula dilakukan tiga malam berturut-turut. Apabila dilakukan satu malam saja, maka ketiga jambau ponuo tersebut langsung dibuka dan dihidangkan kepada undangan. Selain makanan di dalam jambau tuan rumah biasanya juga menyediakan makanan pokok berupa nasi dan lauk-pauknya. Setelah makan bersama acara dilanjutkan dengan pembacaan barzanji (berzikir) hingga dini hari. Apabila dilakukan selama tiga malam, pembacaan barzanji pada malam pertama dan kedua hanya dilakukan hingga pukul 23.00 wib. Pada malam pertama dan kedua ini masing-masing satu jambau ponuo dibuka dan dihidangkan. Pada malam ketiga (sebagai malam penutup) tuan rumah menghidangkan makanan pokok berupa nasi lengkap dengan lauk-pauknya. Selesai makan bersama maka selesai pula rangkaian upacara kotik adat. hari-hari selanjutnya kehidupan sang kotik adat dipenuhi oleh berbagai tuntutan berkenaan dengan moral dan perilaku si kotik adat dan tugas-tugas keagamaan yang menjadi tanggungjawab dan haknya. 


Saat ini upacara penobatan kotik adat telah mengalami beberapa perubahan seperti : waktu pelaksanaan upacara, penambahan prosesi pengguntingan pita serta adanya kotik hiburan. Perubahan yang terjadi tidak merubah fungsi upacara kotik adat bagi masyarakat Pulau Godang. Upacara kotik adat tersebut paling tidak berfungsi sebagai :


1. Lambang kemakmuran Nogori dan sebagai upacara tolak bala.  
Upacara penobatan kotik adat dan juga penampilan kotik hiburan, merupakan lambang tercapainya kemakmuran masyarakat Pulau Godang. Ongku Datuok mengatakan selain adanya calon kotik adat yang akan dinobatkan, pelaksanaan upacara penobatan kotik adat dan penampilan kotik hiburan harus memenuhi syarat kondisi masyarakat yang mencapai kemakmuran. Kondisi yang dimaksudkan ditemukan dalam sebuah ungkapan bumi sonang padi manjadi yang berarti bahwa masyarakat Pulau Godang terhindar dari segala bencana dan usaha pertanian serta perdagangan memberikan hasil yang memuaskan. kondisi bumi sonang padi manjadi adalah indikator kemakmuran, sedangkan pelaksanaan upacara kotik adat merupakan lambang kemakmuran yang telah tercapai. Upacara penobatan kotik adat juga berfungsi sebagai suatu upacara tolak bala. Fungsi ini jelas terlihat dalam do’a batu haji, yang berisi puji-pujian sebagai wujud syukur dan memohon perlindungan dari segala musibah, memohon kedamaian, keselamatan, serta kecukupan materi di tahun-tahun mendatang. 


2. Menjaga kelangsungan struktur sosial dan budaya 
Upacara penobatan seorang kotik adat merupakan suatu mekanisme legitimasi terhadap status sosial kotik adat dalam kehidupan masyarakat Pulau Godang. upacara ini menjadi penting karena tanpa legitimasi tersebut kedudukan seorang kotik adat tidak akan diakui oleh masyarakat, dengan demikian struktur sosial akan berubah. Selain itu upacara kotik adat juga menjaga kelangsungan budaya karena upacara kotik adat merupakan suatu usaha mewujudkan falsafah adat basondi syarak, syarak basondi kitabullah sebagai cita-cita bersama.


3. Memantapkan identitas dan rasa kolektifitas masyarakat Pulau Godang 
Upacara kotik adat merupakan salah satu atribut identitas/jati diri orang Ocu di Pulau Godang yang dapat diaktifkan untuk membedakan mereka dengan masyarakat  nogori lain. Hal ini dikarenakan upacara tersebut hanya dilakukan oleh masyarakat Nogori Pulau Godang dan Tanjung Alai kecamatan XIII Koto Kampar. Donizar (32 Th) mengatakan bahwa upacara kotik adat merupakan kebanggaan sekaligus cirikhas Nogori Pulau Godang, oleh karena itu keberadaannya harus tetap dipertahankan. Upacara kotik adat tidak hanya menjadi atribut identitas sebagai anak Nogori Pulau Godang tetapi juga identitas sebagai seorang muslim. Mendengarkan khutbah adat berbahasa Arab, yang tidak dimengerti artinya, sepertinya tidak memberikan ilmu agama yang memadai. Akan tetapi dengan mendengarkan irama bacaan teks khutbah adat yang mengalun merdu dan “menghanyutkan”, orang Ocu di Pulau Godang semakin menyadari keislaman mereka.
Upacara kotik adat juga menjadi sarana mempertebal rasa kolektifitas masyarakat Pulau Godang. Dalam pelaksanaan upacara kotik adat berlaku resiprositas seimbang dimana setiap warga suku memiliki kewajiban memberikan bantuan dan hak untuk mendapatkan balasan yang sama ketika keluarga anggota keluarga mereka dinobatkan sebagai kotik adat. Bantuan dan balasan inilah yang meskipun kurang disadari telah mempertebal perasaan kolektif masyarakat Pulau Godang.  


4. Gerbang menuju pertaubatan dan penyucian diri 
Upacara penobatan kotik adat memiliki fungsi sebagai sarana taubat dan pembersihan diri. Terbatasnya kemampuan berbahasa Arab menjadikan seni bacaan sebagai jalan utama mencapai kehusyuk’an yang tinggi. Lantunan irama khutbah yang indah bagaikan mantra-mantra yang melenakan, merasuki sehingga mampu membangkitkan kembali kesadaran akan pentingnya iman dan ketaatan kepada Allah. Saat meresapi lantunan khutbah adat tersebut orang Ocu di Pulau Godang merasakan keinsyafan yang  dalam yang diwujudkan dengan tetesan air mata. Dinobatkan sebagai seorang kotik adat dipandang pula sebagai kelahiran kembali sebagai manusia ideal yang diharapkan oleh adat dan agama, karenanya penobatan tersebut adalah suatu bentuk penyucian diri. 


5. Sebagai hiburan. 
 Seperti telah dijelaskan sebelumnya kotik adat merupakan salah satu bentuk hiburan, terlebih pada zaman sekarang. Hal ini terlihat dari adanya “penampilan” kotik hiburan yang merupakan suatu bentuk perkembangan baru dari pelaksanaan upacara kotik adat . Meskipun ditujukan sebagai hiburan, tetapi tidak sama halnya dengan suatu pertunjukan kesenian pada umumnya, karena yang menjadi hiburan bukan isi khutbah, melainkan irama bacaan yang indah. 



Kotik Adat Sebagai Status Sosial
            Orang Ocu memandang penting status sosial dalam masyarakat. Dalam setiap interaksi sosial status memegang peran penting yang menentukan bagaimana masing-masing individu berperilaku. Tidak semua orang berperan sesuai dengan statusnya, namun peran ideal yang diharapkan dari status tertentu tetap diperlukan untuk berjalannya kehidupan sosial.


Kotik adat merupakan bagian dari sistem pemerintahan adat Tali Bapilin Tigo yang dianut Nogori Pulau Godang, dimana kotik adat adalah petugas dalam bidang keagamaan yang dilantik langsung oleh penghulu suku. Menurut informan kotik adat sengaja dibuat untuk mencari bibit ulama (penggerak kegiatan ibadah) sebanyak mungkin dan sebagai dorongan kepada masyarakat agar selalu berperilaku sesuai dengan adat dan syariat Islam. Tugas kotik adat dalam pemerintahan adat sama seperti tugas seorang malin, namun perbedaannya kotik adat tidak dipandang sebagai reprsentasi adat, karena kotik adat merupakan representasi unsur agama, sedangkan malin merupakan bagian dari unsur kerapatan adat dalam sistem pemerintahan Tali Bapilin Tigo yang terdiri dari tiga unsur yaitu kerapatan adat, agama dan wali nogori. 


Berdasarkan kedudukan gelarnya kotik adat dibagi dalam dua jenis. Pertama kotik adat umum dan yang kedua adalah kotik adat kebesaran suku. Kotik adat umum adalah setiap laki-laki yang telah dinobatkan sebagai seorang kotik adat karena dinilai memenuhi syarat. Setiap laki-laki di Pulau Godang berhak menjadi kotik adat umum, karena gelar ini bukan merupakan suatu harta pusaka (warisan). Kotik adat kebesaran suku adalah kotik adat yang dimiliki secara khusus sebagai harta pusaka bagi kaum tertentu dalam suatu suku di Pulau Godang.  Kotik adat kebesaran suku merupakan kedudukan yang diperoleh berdasarkan garis keturunan matrilineal berdasarkan aturan adat botuong tumbuo dimato, yaitu diwariskan kepada laki-laki yang termasuk dalam garis keturunan matrilineal dari keluarga/kaum pemilik gelar kotik tersebut. Meskipun gelar tersebut adalah harta pusaka, seorang pewaris gelar kotik adat kebesaran suku tidak mendapatkan gelar tersebut begitu saja, ia harus memenuhi syarat yang ditentukan dan mengikuti penobatan sebagaimana kotik adat umum.


Kotik adat merupakan status yang prestisius/membanggakan dan dihargai karena : pertama, menjadi kotik adat berarti menjadi sosok lelaki ideal menurut adat Pulau Godang, yaitu laki-laki yang mampu memimpin kegiatan ibadah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah. Kedua, Kotik adat merupakan ujung tombak untuk mewujudkan falsafah adat “adat basondi syarak, syarak basondi kitabullah”, dan bagian dari sistem pemerintahan Tali Bapilin Tigo. Hal ini berarti bahwa Kotik adat bertanggungjawab atas terpenuhinya aspek ibadah dalam setiap kehidupan masyarakat suku dan nogori. 


Dalam kehidupan sosial di Pulau Godang kotik adat kebesaran suku memiliki gengsi yang lebih tinggi dari pada gelar kotik umum. Hal ini sebenarnya menyembunyikan fakta lain, bahwa gelar  kotik adat umum dapat dilihat sebagai status sosial yang sengaja dibuat agar setiap laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk ambil bagian dalam sistem pemerintahan adat serta mendapatkan kehormatan dalam nogori. Hal ini menunjukkan adanya upaya menegaskan asas demokrasi dan kesetaraan dalam sistem pemerintahan adat yang sebenarnya bersifat aristokrasi dalam pengertian klasik[2].


Meskipun kotik adat merupakan kedudukan yang memiliki nilai prestise, namun prestise itu hanya diperoleh apabila si kotik adat mampu berperilaku ideal sebagaimana seorang kotik. Gelar kotik adat yang diberikan juga dapat merendahkan harga diri seseorang apabila gelar tersebut tidak “melekat” pada dirinya dikarekan ia tidak mampu berperan sebagai seorang kotik adat. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa penilaian terhadap seorang kotik adat terletak pada kualitas akhlak, moral dan penguasan ilmu agama kotik yang bersangkutan. 


Peran seorang kotik adat adalah menjamin terlaksananya kegiatan ibadah dalam masyarakat. Peran ini terlihat dari tugas-tugas seorang kotik adat yaitu:  menjadi imam sholat fardu, menjadi khotib sholat jum’at, menjadi guru ngaji, memberikan ceramah agama, mampu memimpin pembacaan do’a dalam suatu acara adat, serta beragam kegiatan ibadah lainnya. Mendapat kesempatan untuk melaksanakan tugas adalah suatu hal yang penting bagi kotik adat, karena tugas-tugas tersebut adalah haknya. Kesempatan tersebut merupakan wujud eksistensi, pengakuan dan penghargaan terhadap kualitas ilmu agama yang dimiliki si kotik adat. Kotik adat yang dianggap belum cukup ilmu tidak akan mendapatkan kepercayaan untuk memimpin pelaksanaan ibadah. Kondisi ini disebut duduok tungguo tagolek batang artinya seseorang yang tidak dihargai karena dianggap tidak ada gunanya. Perlakuan ini merupakan penghinaan halus terhadap kotik adat dan ini membuatnya malu. Norma yang berlaku dalam suatu acara di rumah soko melarang kotik adat diperlakukan sebagai tungguo batang. Seorang kotik adat hendaknya dihargai dan diikutsertakan dalam perundingan sebagai bentuk penghargaan terhadap statusnya. Jika seorang kotik tidak mendapatkan haknya maka dapat dikatakan bahwa kotik adat tersebut tidak dihargai oleh masyarakat, dan hal ini merupakan suatu bentuk sanksi sosial atas kesalahan yang diperbuatnya. Menurut Ongku Datuok, kesalahan seorang kotik dibedakan dalam dua tingkatan yaitu kesalahan berat dan pelanggaran ringan. Sanksi yang diberikan dibedakan pula antara kotik adat kebesaran suku dengan kotik adat umum. 


Untuk kotik adat kebesaran suku yang melakukan kesalahan berat seperti melakukan perbuatan inces, berzina, membunuh tanpa maksud membela diri, merampok dan seterusnya dikenakan sanksi bolang bakiki tanduok baputau. Artinya gelar kebesaran dan wewenangnya dicabut, dan ia diwajibkan melakukan permohonan maaf yang diwujudkan dalam suatu acara mado’a (kenduri) dengan menyembelih seekor kerbau dan mengundang seluruh ninik mamak serta masyarakat nogori. Jika seorang kotik adat kebesaran suku melakukan pelanggaran ringan seperti berkelahi, menghina orang lain dan seterusnya, maka dikenakan sanksi dobu bajontiok. Artinya meminta maaf dan membersihkan diri dengan mengadakan mando’a dan menyediakan sepuluh jambau nasi.


Untuk seorang kotik adat umum yang melakukan kesalahan berat dikenakan sanksi kumuo basosa, yaitu permohonan maaf dan pembersihan diri yang diwujudkan dalam acara mendo’a dengan menyembelih seekor kambing dan mengundang seluruh ninik mamak dan warga nogori. Jika seorang kotik adat umum melakukan pelanggaran ringan diwajibkan mengadakan mendo’a sepuluh jambau nasi dan mengundang korban serta karib kerabat. Apabila kotik adat melakukan kesalahan berat, masyarakat nogori tidak lagi memanggil yang bersangkutan dengan panggilan kotik, sehingga gelar tersebut tidak lagi melekat pada diri si kotik. Kondisi ini disebut orang Pulau Godang dengan istilah usang. Gelar kotik adat yang telah usang boleh dipakai oleh kotik adat yang baru. Tidak diakuinya gelar merupakan suatu bentuk sanksi sosial terhadap kotik adat yang tidak mampu mengemban tugas dan menjadi teladan bagi masyarakat. Sanksi kumuo basosa  dan dobu bajontiok juga berlaku bagi masyarakat umum yang tidak memangku gelar adat apapun.


PENUTUP 
Dari analisis yang telah dilakukan terhadap proses pelaksanaan upacara penobatan kotik adat dan status sosial kotik adat dalam masyarakat Nogori Pulau Godang, disimpulkan bahwa upacara kotik adat merupakan suatu mekanisme yang sengaja dibuat sebagai suatu bentuk legitimasi terhadap gelar / status kotik adat dalam masyarakat. Dibuatnya upacara ini memunculkan fungsi lain yang memang dibutuhkan keberadaanya dalam masyarakat seperti sebagai suatu sarana hiburan religius, permohonan tolak bala, lambang kemakmuran dan prestise masyarakat, dan lain sebagainya. Sedangkan sebagai sebuah kedudukan, gelar kotik dibuat sebagai upaya mewujudkan falsafah adat masyarakat Nogori Pulau Godang. Tanpa adanya orang-orang yang diberikan hak dan tanggungjawab untuk menjamin terpenuhinya unsur agama (syarak) dalam semua sendi kehidupan bermasyarakat, maka mustahil falsafah adat adat basondi syarak, syarak basondi kitabullah akan dapat terwujud. Dalam masyarakat Nogori Pulau Godang tanggungjawab itu diberikan kepada seorang Kotik adat.










[1] Diterjemahkan oleh : Taufiqurrahman, Lc.

[2] Sistem pemerintahan terbaik oleh orang-orang “terpilih”.