Selamat Datang

Selamat membaca dan mengutip, jangan menjadi plagiat
Bagi pemilik tulisan harap kunjungi "surat untuk penulis"

Selasa, 28 Desember 2010

TARI TRADISIONAL ETNIS MELAYU DI PROPINSI JAMBI



MENGENAL TARI TRADISIONAL
ETNIS MELAYU DI PROPINSI JAMBI

 oleh : Febby Febriyandi. YS


Pendahuluan

Seni tari dapat dikatakan sebagai suatu bentuk hiburan yang paling diminati oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Ditampilkannya seni tari dalam banyak kegiatan, baik kegiatan resmi pemerintahan maupun kegiatan yang diselenggarakan secara swadaya oleh masyarakat,  menunjukkan bahwa seni tari dapat dinobatkan sebagai salah satu kesenian wajib yang memberikan warna dalam sebagian besar aktivitas pemerintahan dan masyarakat.
Sebagai bangsa yang multi etnik -dan tentu saja multi kultur-, penampilan tari yang dilakukan dalam event-event nasional, dan dipublikasikan secara luas, seharusnya memberikan kesempatan  yang sama bagi seluruh seni tari yang dimiliki oleh setiap suku bangsa yang ada di Indonesia. Namun sangat disayangkan bahwa hingga saat ini hanya seni tari dari suku bangsa tertentu, yang dianggap memiliki potensi dan nilai jual sehingga mampu menghasilkan devisa bagi negara, yang mendapatkan perhatian yang memadai. Seni tari tersebut dapat berkembang dengan pesat karena mendapatkan akses pertunjukan yang luas, dipublikasikan secara massal, bahkan hingga ke luar negeri, untuk kepentingan industri pariwisata. Apa yang telah dilakukan atas seni-seni tari “potensial” tersebut bukanlah sebuah kesalahan, namun demikian, seharusnya semua tarian dari semua suku bangsa diperlakuan sama, sebagai sebuah kekayaan intelektual anak bangsa.
Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Tanjungpinang, berpandangan bahwa setiap kebudayaan pada prinsipnya adalah nisbi[1]. Seni tari sebagai sub-unsur kebudayaan dengan demikian juga memiliki sifat yang nisbi, sehingga ia harus dilihat sesuai dengan konteksnya.  berdasarkan pandangan tersebut, maka setiap kesenian tari yang dimiliki oleh setiap suku bangsa berhak memperoleh perhatian yang sama dalam hal pelestarian dan pengambangannya.
Etnis Melayu di Propinsi Jambi memiliki banyak kesenian tari tradisional. Seiring dengan perubahan sosial-budaya etnis Melayu di Jambi, seni tari tradisional yang mereka miliki mengalami perkembangan dan juga kemunduran. Di satu sisi, seni tari tradisional di Jambi telah menjadi inspirasi bagi lahirnya berbagai bentuk seni tari kreasi.  Namun di sisi lain, kelahiran tari kreasi seolah semakin membenamkan keberadaan tari tradisional, dan akhirnya hilang ditelan zaman. Beberapa tari tradisional Melayu di jambi memang telah dikenal luas, tapi etnis melayu di jambi masih memiliki banyak seni tari tradisional yang patut diperkenalkan kepada khalayak ramai. Deskripsi mengenai kesenian tari tradisional di Jambi yang akan ditampilkan hanyalah deskripsi singkat, bahkan beberapa diantaranya sangat singkat, karena keterbatasan literatur dan jarangnya pertunjukan tari tersebut. Namun demikian, semaksimal mungkin tulisan ini berusaha memperkenalkan ragam seni tari yang dimiliki etnis Melayu di Propinsi Jambi.






Tari Tradisional Melayu Jambi

1.      Tari Rangguk

Tari Rangguk merupakan tari tradisional yang berasal dari Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. kata rangguk berasal dari 2 kata yang digabung menjadi satu, yaitu “uhang” yang berarti “orang” dan ”ganggok” yang berarti “angguk”, sehingga kata rangguk berarti “mengangguk”. Menurut cerita, tari rangguk diciptakan oleh seorang ulama setempat setelah kembali dari menunaikan ibadah haji. Sewaktu menunaikan ibadah haji tersebut, beliau berkeliling untuk melihat pergaulan dan tradisi yang berkembang pada masyarakat Arab pada waktu itu. Beliau kemudian tertarik dengan salah satu tradisi yang dimainkan generasi muda setempat, yaitu menabuh rebana sambil mengangguk. Ulama tersebut kemudian mempelajari kesenian itu, dan menguasainya dengan baik. Pada awal perkembangannya, Tari Rangguk hanya ditarikan oleh kaum laki-laki saja pada waktu sore hari di beranda rumah, sebagai sarana hiburan guna melepas lelah setelah seharian bekerja di sawah dan ladang. Baru sekitar tahun 1950-an kaum perempuan ikut serta mementaskan tarian tersebut hingga sekarang.
Tari Rangguk banyak mengandung nilai spiritual yang bersumber dari ajaran agama Islam. Hal ini tercermin dalam pantun puji-pujian kepada Allah dan Rosul, sebagai ungkapan rasa syukur dan ketakwaan kepada Sang Pencipta. Gerakan tari diambil dari beberapa gerakan seperti liukan tumbuhan-tumbuhan, gerak riang hewan, dan lenggak-lenggok manusia yang dikombinasikan menjadi satu. Dalam perkembangannya, gerakan tarian ini disesuaikan dengan suasana dan tempat tari tersebut dimainkan. Ketika tari dibawakan untuk hiburan, para pemainnya menabuh rebana dan mengangguk dengan posisi duduk melingkar. Jika tari dibawakan untuk menyambut tamu, para penari melakukan tari dengan posisi berdiri (berbaris) dengan memukul rebana, dan kepala mengangguk-angguk kepada tamu sebagai ucapan selamat datang. Selain sebagai hiburan dan untuk menyambut tamu, tari rangguk juga dibawakan pada upacara adat masyarakat Kerinci, seperti upacara Keduri Sko dan pemberian gelar untuk pemimpin negeri. Keduri Sko (pesta pusaka) biasanya diadakan pada acara seperti pengangkatan atau pemberian gelar adat, seperti pemberian gelar Depati, Mangku, Datuk, serta pimpinan suku. Tari Rangguk dapat dijumpai di Kota Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Bagi yang ingin menyaksikan tarian ini bisa datang ke kota tersebut pada acara festival atau kegiatan besar yang ada di Kabupaten Kerinci, seperti Festival Danau Kerinci, dan penerimaan tamu kehormatan.

2.      Tari Inai

Tari Inai, adalah sebuah tarian sakral yang dilakukan pada saat pelaksanaan upacara adat pengantin etnis Melayu yang berada di Tanjung Jabung Timur yang disebut Malam Tari Inai. Tari Inai ditarikan oleh 5 atau 7 pasang penari yang tampil secara bergiliran dengan menggunakan property kembang lilin. Pasangan penari tersebut masing-masing menggambarkan tokoh nenek moyang masyarakat Melayu di Tanjung Jabung Timur. Penari pria mewakili tokoh yaitu Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Lekir atau Lekiu, Hang Kasturi, Dewa Safri, Dandan Setia dan Sidang Budiman. Sedangkan penari wanita mewakili tokoh Putri Siti Zubaidah, Putri Suri Maknikam, Putri Intan Baiduri, Putri Intan Terpilih, Putri Intan Gemale, Putri Intan Teserlah dan Putri Begubang. Gerakan tari inai umumnya menggunakan gerakan-gerakan silat dengan iringan musik Kelintang Perunggu, Gendang dan Gong.



3.      Tari Tauh

Tari tauh adalah tari tradisional yang dimiliki masyarakat Rantau Pandan, Kabupaten Bungo Propinsi Jambi. Tari tauh berkisah tentang pergaulan bujang dan gadis pada zaman dahulu. Tari Tauh biasanya ditarikan pada saat menyambut Rajo, Berelek Gedang, dan ketika Beselang Gedang (gotong royong menuai padi). Tari tauh dimainkan oleh 8 orang (4 wanita dan 4 laki-laki) dengan waktu pementasan dari sore sampai pagi hari atau sesuai panjang pantun dan kesanggupan para penari. Tari tauh diiringi dengan lagu Krinok dan pantun muda-mudi dengan alat musik Kelintang Kayu, Gong, Gendang dan Biola. Pada saat ini Tari Tauh sering ditampilkan pada acara resepsi pernikahan atau acara resmi Pemerintah kecamatan atau kabupaten.

4.      Tari Liang Asak

Tari liang asak adalah tari tradisional yang berasal dari daerah Sarolangun Kabupaten Sarolangun, Propinsi Jambi. Tari liang asak diangkat dari kebiasaan masyarakat setempat pada saat menugal (menanam padi), yang dilakukan oleh bujang gadis. Liang asak adalah lobang-lobang kecil tempat menabur benih padi. Karena tari ini menggambarkan proses menugal dan menanam padi, maka tari ini diberi judul liang asak. Tari liang asak ini Dipentaskan dalam bentuk berpasangan yaitu putra dan putri. Jumlah penari berkisar antara tiga sampai dengan lima pasang penari. Gerak tari yang digunakan adalah langkah tak jadi, stap, zig-zag, tudung awan dan nyilau. Gerakan tersebut menggambarkan bagaimana proses menugal dan menanam padi sambil bersendagurau bersama pasangannya. Penari pria menugal  (melobangi tanah dengan kayu) sedangkan penari wanita menaburkan benih. Kostum yang digunakan penari wanita adalah baju kurung, kain sarung dan topi penutup kepala. Sedangkan penari pria menggunakan busana baju teluk bLanga dan topi. Tari liang asak diiringi oleh alat musik gendang, biola, accordion dan gong. Tarian liang asak bebas dientaskan kapan saja dan dimana saja, dengan durasi pementasan sekitar 5 menit.

5.      Tari Klik Elang

Tari klik elang berasal dari Dusun Kuamang, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Bungo Tebo. Pada awalnya tari klik elang adalah sebuah tarian rakyat yang bersifat sakral. Tari klik elang ini terinspirasi dari burung elang yang memiliki sifat perkasa dan melindungi. Gerakan tari ini menggambarkan burung elang yang merentangkan sayapnya, yang diilustrasikan dengan menggunakan selendang (selendang pelangi), dan kipas yang merupakan simbol dari kuku-kuku elang. Ciri khas yang dapat dilihat dari tari klik elang adalah :

1.     Gerak selalu merunduk.
2.     Pandangan selalu melihat ke bawah
3.     Posisi kaki selalu segaris dan gerakan posisi ditekuk
4.     Tangan banyak merentang
5.     Simetris
6.     Posisi melingkar.

Urutan gerak tari klik elang dapat dibedakan atas :

1.      Sembah (sembah tujuh langit petalo bumi) maksudnya adalah begitu agungnya penghormatan kepada para pejuang
2.           Gerak elang bekisar (elang  yang sedang memutar)
3.           Gerak elang merunduk (imajinasinya seperti terbang)

Pada awalnya tarian ini  hanya digunakan untuk menyambut kepulangan para panglima perang yang berhasil memenangkan peperangan, sebagai penghargaan kepada orang-orang yang berjuang membela tanah air. Untuk penampilan tari klik elang tidak dibutuhkan pentas khusus, cukup dialas dengan selembar tikar pandan yang dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak para penari. Para penari menggunakan baju kurung, kain sarung serta aksesories kepala yang disebut serampang mato tigo. Tarian ini diiringi dengan alat musik kelintang perunggu, gendang dan gong. Saat ini tari klik elang telah mengalami perubahan, tarian ini telah ditampilkan sebagai hiburan atau untuk menyambut kedatangan tamu. Namun sangat disayangkan tari klik elang sudah jarang ditampilkan Karena banyaknya alternative hiburan lain yang lebih disukai generasi muda.

6.      Tari Burung Daro

Tari burung daro adalah tari tradisi yang terdapat di desa Rantau Panjang kecamatan Tabir kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Tari ini dipelajari secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat Rantau Panjang, namun tidak diketahui siapa penciptanya dan sejak kapan tari Burung Daro ada di Rantau Panjang. Tari ini terinspirasi dari kehidupan sepasang burung dara (merpati) yang banvak dipelihara oleh masyarakat. Pada tahun 1968 seorang seniman Melayu, Abu Bakar Manan mencoba mengangkat dan menata ulang tari ini dan mengajarkannya pada generasi muda. Tari burung daro sempat dipentaskan beberapa kali pada acara hari besar agama dan hari besar nasional di desa maupun di kecamatan. Namun, usaha yang dilakukan Abu Bakar Manan nampaknya tidak dapat bertahan lama, tari burung daro saat ini tidak pernah dipentaskan lagi, bahkan generasi penerusnya sudah tidak lagi mengenali bagaimana bentuk tari burung daro.

7.      Tari Mangkur Berentak

Tari mangkur berentak berasal dari Batang Asai Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi. Tari ini diangkat dari kebiasaan masyarakat dalam menggarap lahan pertanian mulai dari mencangkul, membersihkan sawah hingga masa panen yang dilaksanakan dalam bentuk golong royong. Mangkur berarti mencangkul, sedangkan berentak merupakan hasil pergerakan dan bunyi yang dihasilkan akibat mencangkul. Dengan demikian mangkur berentak dapat diartikan sebagai aktivitas bercangkul yang menimbulkan bunyi. Tari ini ditarikan secara berkelompok berkisar antara enam sampai sepuluh orang putra dan putri. Jumlah penari selalu genap, karena terdapat gerak-gerak tari yang berpasangan. Gerak tari yang digunakan adalah gerak melinyah yang digarap dalam bentuk realis, sehingga unsur simbolis gerak sangat sedikit. Untuk menghidupkan komposisi dan gerak tari, tari ini diiringi dengan musik dan vokal. Lagu yang digunakan adalah Anak Rimau, sedangkan alat musik yang digunakan adalah biola, gendang dan gong. Tari dengan durasi 8 (delapan) menit ini menggunakan cakul dan bakul sebagai properti. Untuk kostum, penari wanita memakai baju kurung, kain batik dan selendang. Sedangkan penari pria mengenakan baju teluk belanga dan topi. Tari tradisional ini pernah ditata ulang oleh seniman Jambi Zakaria Ansori pada tahun 1970, namun sangat disayangkan usaha tersebut tidak mampu mempopulerkan kembali tari mangkur berentak.


8.      Tari Skin

Tari skin adalah tari tradisional yang terdapat di Desa Perentak Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin Propinsi Jambi. Nama tari ini berasal dari salah satu property yang digunakan, yaitu sebuah senjata tajam yang disebut skin. Penggunaan skin sebagal property tari sangat erat kaitannya dengan cerita tari yang menggambarkan kepahlawanan perempuan di masa lampau dalam menghadapi musuh. Gerakan tari skin mengandung unsur lembut dan energik, mulai dari bagian kaki hingga pada bagian badan atas selalu bergerak energik. Gerak-gerak tari yang digunakan adalah langkah tigo, nikam dada, nujah, nikam gando dan langkah tigo nikam. Pada tahun 1975 tari skin ditata ulang oleh seniman Nur Aini dan sempat populer hingga tahun 1987. Tari skin juga pernah diikutsertakan pada Festival Tari Tingkat Nasional. Pada awal tahun 1980 hingga 1985 tari skin cukup berkembang, tidak hanya di Kabupaten Merangin tetapi juga di Kota Jambi.
Tari skin berfungsi sebagai tari hiburan yang ditarikan oleh sekelompok perempuan. Pada awalnya jumlah penari tidak ditentukan, namun setelah ditata ulang jumlahnya berkisar antara tujuh sampai sembilan orang. Kostum yang digunakan berupa baju kurung, kain sarung songket, ikat kepala dan selendang selempang. Disamping itu para penari juga menggunakan assesoris berupa gelang, kalung, anting-anting dan pending. Masing-masing penari menggunakan skin (senjata tajam berbentuk pisau) sebagai property tari. Tari skin ini diiringi dengan alat musik gendang, tetawak, dan gong. Musik tari ditata sesuai dengan tuntutan cerita tari, sehingga mampu menghidupkan suasana penampilan secara utuh


Penutup

Masih segar dalam ingatan ketika terjadi gesekan dalam hubungan Bilateral antara Indonesia dan Malaysia, yang disebabkan oleh “pencurian” beberapa seni tari milik bangsa Indonesia. Kejadian tersebut sesungguhnya telah membawa dampak positif –meskipun sesaat– bagi bangsa Indonesia, dimana masyarakat Indonesia disadarkan kembali bahwa setiap bentuk kebudayaan suku bangsa adalah kekayaan yang sangat berharga. Sikap apatis terhadap budaya bangsa, dan lebih meminati budaya pop/budaya massa, hanya akan semakin memberangus budaya bangsa sendiri. Belakangan ini ada beberapa tayangan televisi yang bertemakan pelestarian budaya bangsa, mulai dari sistem organisasi sosial, kepercayaan lokal, hingga kesenian daerah. Yang menarik perhatian penulis adalah host tayangan tersebut bukan berasal dari warga Negara Indonesia melainkan  warga Negara asing yang ingin belajar budaya berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Sebagai putra-putri bangsa, yang memiliki tanah ibu pertiwi ini, seharusnya kita malu. Jika orang asing mau belajar budaya kita, mengapa kita tidak?. Mari kita apresiasi  kesenian bangsa sendiri, sebelum kita kembali terkejut dengan adanya kesenian kita yang “diambil” oleh bangsa lain.









Ditulis untuk program Rampai Budaya RRI Pratama Tanjungpinang, Maret 2010                                               





[1] Lihat buku T.O Ihromi, Pokok-pokok Antropologi Budaya, 2000.

3 komentar:

  1. Silahkan mengutip dengan mengikuti kaidah dan etika pengutipan

    BalasHapus
  2. lagu daerah Jambi atau nyanyian rakyat jambi? lagu daerah jambi sudah banyak dijual CD nya, klo nyanyian rakyat, ada bukunya terbitan dinas Budpar Prov Jambi.

    BalasHapus