Oleh : Febby Febriyandi.YS
Kesenian tari menempati posisi penting dalam kehidupan masyarakat Melayu dari dulu sampai sekarang. Tari selalu ada dalam berbagai upacara adat, dan juga ditampilkan sebagai hiburan bagi masyarakat umum pada acara-acara tertentu. Keberadaan tari tradisional Melayu di Kepulauan Riau, diperkirakan mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan kerajaan Melayu. Pada masa itu, pihak kerajaan merupakan pelindung bagi berbagai bentuk kesenian. Kesenian Melayu (khususnya seni tari tradisional) hidup dan berkembang dalam lingkungan kerajaan. Kerajaan memiliki kelompok seni tari yang bertugas menghibur keluarga dan tamu kerajaan. Selain itu juga menjadi pengiring sultan apabila melakukan kunjungan ke daerah-daerah kekuasaannya. Fungsi kesenian yang demikian membuat berbagai bentuk kesenian dapat bertahan dan bahkan semakin berkembang. Apabila suatu kesenian atau tari tradisional Melayu diminati oleh keluarga kerajaan, maka seluruh rakyat juga akan menyukai tarian/kesenian tersebut. Sebaliknya, suatu bentuk kesenian yang kurang diminati oleh keluarga kerajaan, sulit untuk berkembang dan bahkan mungkin terlupakan. Disamping itu, pada zaman kerajaan alat musik merupakan suatu benda yang susah diperoleh, hal ini menjadikan musik sebagai sesuatu yang langka, maka hanya pihak kerajaanlah yang mampu menyediakan berbagai alat musik bagi kepentingan pertunjukan seni.
Salah satu tari tradisional yang digemari dan berkembang dalam lingkungan kerajaan Melayu adalah kesenian joget dangkong. Kesenian ini pernah populer dalam masyarakat Melayu di Kepulauan Riau kira-kira sejak masa pemerintahan kerajaan Melayu Bentan, Riau-Lingga, hingga pada era tahun 1960an. Pada masa ini, kesenian joget dangkong banyak ditampilkan baik pada upacara adat Melayu maupun sebagai hiburan yang dijajakan kepada masyarakat umum. Kepopuleran kesenian joget dangkong tidak hanya di dalam wilayah Kepulauan Riau saja, melainkan berkembang sampai ke daerah lain di pulau sumatera, seperti dearah Medan, Jambi dan Palembang. Kepopuleran joget dangkong di dalam dan luar wilayah Kepulauan Riau, telah mendorong lahirnya kelompok joget dangkong di berbagai daerah, seperti di Pulau Tembeling, Bintan, Batam, Dompak, Mantang, Lingga, Sugi, Parit, Tanjung Batu, dan Moro. Kelompok-kelompok kesenian joget inilah yang berjasa dalam mempopuleran kesenian joget dangkong keseluruh pelosok wilayah Kepulauan Riau.
Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Melayu mengalami begitu banyak perubahan sosial budaya. Kerajaan Melayu tidak lagi berkuasa, struktur sosial masyarakat Melayu berubah, teknologi semakin berkembang, pola kehidupan berubah, dan kontak dengan budaya asing semakin intens. Kondisi ini membuat hilangnya peminat dan pewaris kesenian joget dangkong. Pengaruh budaya asing membuat generasi muda Melayu saat ini –bahkan juga generasi tua– menjadi tidak begitu tertarik dengan kesenian joget dangkong. Mereka seolah lebih menyukai kesenian modern yang lebih praktis dan mengikuti trend kesenian terbaru dari pada melestarikan kesenian tradisional yang dipandang telah ketinggalan zaman. Akibatnya, keberadaan joget dangkong semakin terlupakan. Joget dangkong sudah sangat jarang ditampilkan baik dalam upacara adat, maupun sebagai hiburan bagi masyarakat umum.
Kelompok joget dangkong di Kecamatan Moro menyadari ancaman kepunahan kesenian joget dangkong tersebut. Oleh karena itu, demi menjaga eksistensi kesenian joget dangkong di Moro, para seniman melakukan beberapa perubahan terhadap kesenian joget dangkong. Perubahan tersebut meliputi alat musik, anak joget, lagu dan gerakan joget, kostum dan tata rias hingga pertunjukan joget dangkong.
Alat Musik
Alat musik yang digunakan dalam suatu pertunjukan joget dangkong di Moro saat ini tidak hanya terbatas pada empat alat musik tradisional (yaitu : gong, gendang tambur, gendang bebane dan bjole tempurung), melainkan telah mengalami perubahan dan penambahan beberapa alat musik seperti : Akordeon, Biola, marwas, gitar elektrik, dan organ tunggal.
Akordeon, merupakan alat musik sejenis organ yang berasal dari Eropa yang kemudian digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai alat musik dalam berbagai ragam kesenian Melayu. Akordeon jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Organ. Alat musik ini dimainkan dengan menekan tombol-tombol akord dengan jari tangan kiri, sedangkan tangan kanan memainkan melodi lagu yang dibawakan. Untuk menghasilkan bunyi, akordeon ditarik dan didorong untuk menggerakkan udara di dalamnya. Pergerakan udara yang tersalur ke lidah akordeon mengeluarkan nada sesuai dengan akord yang ditekan.
Biola, merupakan alat musik yang telah lama digunakan masyarakat Melayu sebagai alat musik joget dangkong, sebagai pengganti bjole tempurung. Biola sebenarnya merupakan alat musik asal Portugis yang kemudian di adobsi oleh masyarakat Melayu dan disesuaikan dengan lagu-lagu Melayu. Biola merupakan alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar yang disetel berbeda satu sama lainnya hingga menghasilkan tangga nada yang serasi. Sebuah biola dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : badan biola, leher biola, jembatan biola, batang penghubung, senar dan beberapa macam perangkat pembantu. Perangkat pembantu tersebut antara lain pasak penyetel untuk setiap senar, ekor biola untuk menahan senar, pin dan tali untuk menahan ekor biola. Beberapa penyetel tambahan pada ekor biola bila diperlukan, dan sebuah penyangga dagu.
Marwas, merupakan sebuah gendang yang berukuran lebih kecil dari gendang biasa. Marwas berbentuk bulat tabung dengan ukuran diameter (bawah dan atas) 18cm dan tinggi 12 cm. Marwas terbuat dari kayu cempedak yang sudah tua, kulit kambing atau kulit pelanduk dan rotan yang berfungsi sebagai pengikat (Sobuwati, 2009;36).
Bentuk Pertunjukan
Perubahan juga terjadi dalam hal pertunjukan joget dangkong. Saat ini di wilayah Moro tidak pernah lagi dijumpai pertunjukan joget dangkong keliling. Kesenian joget dangkong hanya dimainkan sebagai hiburan dalam beberapa kegiatan yaitu : dalam suatu acara adat Melayu, acara kepemudaan dan dalam kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun. Dalam upacara adat, seperti upacara adat perkawinan, kesenian joget dangkong umumnya dimainkan pada malam hari sebelum atau setelah pelaksanaan upacara perkawinan. Pertujukan kesenian joget dangkong pada kesempatan ini dikhususkan untuk menghibur keluarga besar kedua mempelai serta masyarakat Melayu di sekitar lingkungan tempat tinggal. Dalam pertunjukan ini, semua yang hadir dipersilahkan berjoget tanpa harus membeli tiket. Pertunjukan joget pada kesempatan ini tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan. Selain itu, penonton tidak hanya berjoget dengan anak joget yang disukainya, melainkan berjoget bersama-sama dengan sukaria.
Pertunjukan joget dalam suatu acara kepemudaan (seperti peringatan HUT Kemerdekaan RI, hari sumpah pemuda atau perayaan HUT Kabupaten Karimun) atau kegiatan yang diadakan oleh pemerintah daerah (seperti malam kesenian, perlombaan sampan layar atau dangkong dance festival) sedikit berbeda dengan pertunjukan joget dalam upacara adat. Pertunjukan joget tidak hanya dilaksanakan pada malam hari, tetapi juga pada siang hari tergantung kepada jenis kegiatan/acara yang ditetapkan oleh pelaksana kegiatan. Dalam pertunjukan joget dangkong yang ditujukan sebagai hiburan dalam suatu kegiatan kepemudaan (yang bersifat swadana masyarakat), kelompok joget dangkong masih meminta tips kepada penonton atas hiburan yang telah diberikan. Pemberian uang tips tidak dilakukan dengan sistem penjualan tiket, melainkan hanya menyediakan kotak sebagai tempat penonton memasukkan uang secara sukarela. Dalam pertunjukan joget ini juga terdapat penambahan dekorasi panggung dan pencahayaan yang lebih semarak.
Pada acara lomba sampan layar tradisional di kecamatan Moro, joget dangkong dilaksanakan ditepi pantai setelah semua kegiatan lomba selesai dilaksanakan. Berjoget bersama menjadi hiburan yang dinanti-nanti bagi peserta lomba serta seluruh penonton yang hadir. Pada pertunjukan joget ini siapa saja boleh mengebeng, baik laki-laki maupun perempuan. Setiap penonton juga dibebaskan dari segala bentuk bayaran, karena semua biaya telah ditanggung oleh panitia acara yang membayar kelompok dangkong dengan sistem borong. Sistem pembayaran yang bersifat borongan menyebabkan peserta joget tidak bisa dengan bebas memilih lagu yang disukai, pengebeng harus mengikuti lagu-lagu yang dibawakan oleh kelompok joget dangkong.
Formasi Anak Joget
Dalam pertunjukan kesenian joget dangkong saat ini juga telah terjadi perubahan formasi anak joget, yang ditandai dengan adanya anak joget laki-laki dalam suatu kelompok joget. Selain itu, seorang anak joget tidak lagi merangkap sebagai penyanyi, karena dalam pertunjukan joget dangkong saat ini terdapat seorang penyanyi yang semata-mata bertugas sebagai penyanyi dan tidak ikut berjoget bersama penonton. Keberadaan seorang penyanyi dalam kelompok joget dangkong saat ini tentunya juga membuat struktur organisasi kelompok joget dangkong menjadi sedikit berubah dari bentuk asalnya. Perubahan struktur organisasi kelompok joget juga disebabkan oleh berubahnya bentuk kelompok joget menjadi sanggar kesenian.
Gerakan Joget Dangkong
Gerakan joget dangkong juga mengalami berbagai perubahan. Menurut beberapa orang informan, perubahan gerak saat ini banyak terjadi pada gerak rentakkan kaki yang tidak sesuai dengan irama musik gendang dan gong. Merubah gerakan joget boleh saja dilakukan, selama tetap sesuai dengan irama musik dan tetap menggunakan nama judul lagu yang asli. Misalkan seorang koreografer mengubah pola gerakan joget tandak gula batu, maka nama yang dipakai untuk joget kreasi tersebut tetap joget tandak gula batu. Perubahan gerakan joget jelas terlihat dalam kegiatan festival joget dangkong (yang merupakan agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karimun). Dalam kegiatan ini dapat kita jumpai berbagai gerakan joget yang merupakan kreasi baru dari koreografer tari Melayu saat ini. Anak joget berjoget dengan gerakan yang sangat teratur dan serentak layaknya sebuah tarian Melayu untuk acara-acara resmi. Joget dangkong dalam kegiatan tersebut tidak hanya ditampilkan sebagai tari hiburan, tetapi juga dikemas sebagai tari pertunjukan.
Lagu Joget Dangkong
Perubahan ruang dan tujuan pertunjukan joget dangkong menyebabkan terjadinya perubahan lagu joget. Dalam pertunjukan joget dangkong masa kini sudah sangat jarang dimainkan lagu-lagu lama (lagu-lagu yang telah ramai dimainkan pada sebelum masa kemerdekaan). Kesempatan pertunjukan yang lebih terbuka dalam upacara perkawinan, telah mendorong perkembangan lagu-lagu joget baru yang bertemakan upacara perkawinan, pengantin baru, atau aktivitas malam berinai. Perubahan lagu joget yang dialami kesenian joget dangkong di Moro, juga disebabkan oleh banyaknya bermunculan lagu-lagu Melayu yang baru, yang bisa disesuaikan dengan tempo joget. Perubahan lagu joget sebanarnya bukanlah suatu hal yang buruk, karena dapat menambah khasanah lagu dalam kesenian joget dangkong. Akan tetapi sangat disayangkan, bertambahnya lagu-lagu baru menyebabkan lagu-lagu joget dangkong tempo dulu semakin terlupakan dan punah.
Kostum dan Tata Rias Joget Dangkong
Perubahan juga terjadi pada kostum dan tata rias anak joget. Saat ini anak joget tidak hanya mengenakan baju kurung labuh atau baju kurung biasa yang dipadankan dengan kain batik, tetapi juga telah memakai berbagai macam pakaian seperti baju kebaya yang dipadukan dengan rok atau celana panjang. Anak joget saat ini juga telah mengenakan baju kaos dan celana jeans panjang yang ketat dan menonjolkan lekuk-lekuk tubuh. Tata rias anak joget saat ini telah menggunakan alat-alat rias modren. Anak joget tidak lagi menggunakan rambut asli sebagai sanggul tetapi telah mengenakan beraneka macam sanggul. Untuk hiasan rambut, anak joget tidak lagi mengenakan bunga hidup, melainkan telah menggunakan berbagai hiasan rambut seperti bando atau jepitan rambut yang terbuat dari plastik dengan berbagai model dan warna, sunting, kembang goyang, dan berbagai hiasan rambut yang terbuat dari kuningan atau tembaga. Kostum anak joget saat ini juga telah ditambah dengan beragai aksesoris seperti gelang, kalung, ikat pinggang, dan selendang.
Para seniman memang belum mampu membawa kesenian joget dangkong kembali menempati puncak popularitas dalam kehidupan masyarakat Melayu di Moro. Namun boleh dikatakan mereka mampu mempertahankan keberadaan kesenian tersebut di daerah Moro, dengan merubah bentuk kesenian joget dangkong dari seni tari tradisional menjadi seni tari kreasi yang berorientasi pada bentuk tradisional.
Kenyataan lain yang harus diterima sebagai konsekwensi perubahan tersebut adalah hilangnya beberapa fungsi joget dangkong dalam masyarakat Melayu Moro. Joget dangkong tidak lagi mampu memperkuat solidaritas masyarakat Melayu di Moro. Joget dangkong tidak lagi dijadikan sebagai media mencari jodoh dan menunjukkan kelas sosial dalam masyarakat. Joget dangkong tidak lagi menjadi media transmisi nilai budaya Melayu, karena lagu joget sekarang tidak mengandung pantun nasehat atau tunjuk ajar Melayu. Justru sebaliknya, terdapat pelanggaran nilai budaya Melayu dalam pertunjukan joget dangkong.
Note :Disiarkan dalam program Rampai Budaya RRI Pratama Tanjungpinang, Februari 2010.
Daftar Bacaan
Badan Pusat Statistik. 2007. Kecamatan Moro Dalam Angka Tahun 2007/2008. Kabupaten Karimun : BPS.
Galba, Sindu, dkk. 2001. Sejarah Daerah Kabupaten Karimun. Tanjung Balai : Disparsenibud Kabupaten Karimun Bekerjasama Dengan BPSNT Tanjungpinang.
Hadiwinoto S. 1995. “Beberapa Aspek Pelestarian Warisan Budaya”. Makalah. disampaikan pada seminar Pelestarian dan Pengembangan Masjid Agung Demak, di Demak, 17 Januari 2002.
Hamidi, UU. 1995. Orang Melayu di Riau. Pekanbaru : UIR Press.
Harsono, T. Dibyo. 1995. Dinamika Sosial Masyarakat Melayu Dilihat Dari Kesenian Joget Dangkung. Naskah (Belum Terbit). BKSNT Tanjungpinang.
Ishaq, Isjoni. 2002. Orang Melayu Sejarah, Sistem, Norma dan Nilai Adat. Pekanbaru : UNRI Press.
Karwati, 2009. “Pendidikan Seni Tari” Makalah pada Fakultas Bahasa dan Seni Univ. Indraprasta Jakarta.
Kayam, Umar. 1981. Seni,Tradisi, Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan
Murgiyanto, Sal 1985. “Seni Tari Melayu : Struktur dan Refleksi Keindahan”. Makalah Pada seminar Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Tanjungpinang 17-21 Juli 1985.
Novendra dan Evawarni. 2006. Kesenian Tradisional Masyarakat Kepulauan Riau. Depbudpar – BPSNT Tanjungpinang.
Parani, Julianti L. “Seni Tari Melayu : Fungsinya Dalam Budaya Melayu” Makalah Pada seminar Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Tanjungpinang 17-21Juli 1985.
Sinar, Tengku Lukman. 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan : Perwira
Sobuwati. 2009. Kesenian Tradisional Masyarakat Bangka Belitung. Depbudpar – BPSNT Tanjungpinang.
Swastiwi, Anastasia Wiwik. 2008. “Joget Dangkung and Its Survival among Coastal Malay society in The Riau Archipelago, Indonesia” dalam Monograph Series 6, Institute of Ocean and Earth Sciences University of Malaya.